Senin, 28 Maret 2011

Filsafat - Epistimologi.rdwaprilamsah


EPISTEMOLOGI

Epistemologi atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat yang berusan dengan hakikat dan lingkup, pengetahuan pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Pengetahuan pada hakekatnya adalah keadaan mental( mental state). Ada dua teori mengenai hakekat pengetahuan ini.
Yang pertama disebut realisme, mempunyai pandangan yang realistis terhadap dunia ini. Pengetahuan menurut realisme adalah gambaran atau kopi yang sebenarnya dari apa yang ada dalam alam nyata (dari fakta atau dari hakekat). Pengatahuan atau gambaran yang ada akal adalah kopi dari yang asli yang terdapat di luar akal. Realisme berpendapat bahwa pengatahuan adalah benar dan tepat, sesuai dengan kenyataan .
Teori kedua disebut idealisme berpendapat bahwa mempunyai gambaranyang benar-benar tepat dan sesuai dengankenyataan adalah mustahil. Pengetahuan adalah proses-proses mental atau proses psikologis dan ini bisa bersifat subjektif. Oleh karena itu pengetahuan bagi seorang idealis hanya sebagai gambaran subjektif dan bukan objektif tentang kenyataan. Pengetahuan menurut teori ini tidak menggambarkan kebenaran yang sebenarnya; pengetahuan tidak memberikan gambaran yang tepat tentang hakekat yang ada di luar akal. Yang diberikan pengetahuan hanyalah gambaran menurut pendapat atau penglihatan orang yang mengetahui.[1]
Ada pula dua teori tentang jalan mengetahui pengetahuan. Yang pertama disebut empiricisme, menurut empiricisme pengetahuan diperoleh dengan perantaraan pancaindra. Pancaindra memperoleh kesan-kesan dari apa yang ada di alam nyata dan kesan-kesan itu berkumpul didalam diri manusia. Teori kedua yang disebut rasionalisme, mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh dengan perantaraan akal. Betul dalam hal ini akal berhajat pada bantuan pancaindra untuk memperoleh data-data dari alam nyata, tetapi akalah yang menghubungkan data-data ini satu dengan lain, sehingga terdapat apa yang disebut pengetahuan. Dalam penyusunan ini akal mempergunakan konsep-konsep rasionil atau idea-idea universil. Konsep-konsep dan idea-idea ini sendiri merupakan hakekat dan mempunyai wujud dalam alam nyata, bukan dibuat manusia tetapi adalah bahagian dari natur.

Dari keempat teori diatas, tersusun pulalah teori-teori berikut :

Empirical realism : Pengetahuan diperoleh dengan perantaraan pancaindra dan pengetahuan ini merupakan kopi yang sebenarnya tentang fakta-fakta yang ada di luar akal. Menurut teori ini pengetahuan menggambarkan kebenaran. Tetapi teori ini tidak tahan terhadap kritik bahwa pancaindra tidak selamanya memberikan gambaran yang benar tentang hakekat yang ada diluar akal. Pancaindra terkadang berbohong.

Empirical idealism : pengetahuan diperoleh dengan pancaindra, tetapi pengetahuan itu tidak memberikan gambaran yang sebenarnya tentang hakekat. Menurut paham ini pengetaun tentang apa yang benar tak mungkin diperoleh.

Rational idealism : pengetahuan diperoleh dengan perantaraan akal dan panca indra, tetapi pengetahuan ini juga tidak memberikan gambaran yang sebenarnya tentang hakekat. Sekuran-kurangnya manusia tak akan bisa mengetahui apakah gambaran yang diberikan tentang hakikat itu sesuai atau tidak sesuai dengan kenyataan. Yang paling tinggi dapat diketahui menurut rational idealism ini hanyalah tentang wujud sesuatu bukan tentang hakekatnya.

Rational realism : pengetahuan diperoleh dengan perantaraan akal dan pancaindra. Dalam pemikirannya mengenai data-data yang diberikan pancaindra, akal mempergunakan prinsip-prinsip universil, dan hasil pemikiran ini merupakan hasil kopi yang benar tentang hakikat. Kebenaran disinipun bukan berarti kebenaran mutlak, tetapi kebenaran yang dekap pada hakekat itu.

Mula-mula manusia percaya bahwa dengan kekuatan pengenalannya ia dapat mencapai realitas sebagaimana adanya. Para filosof pra Sokrates, yaitu filosof pertama didalam taradisi Barat, tidak memberikan perhatian pada cabang filsafat ini sebab mereka memusatkan perhatian, terutama pada alam dan kemungkinan perubahannya, sehinnga mereka kerap dijuluki filosof alam.
Mereka mengandaikan begitu saja bahwa pengetahuan mengenai kodrat itu mungkin, meskipun beberapa diantara mereka menyarankan bahwa pengetahuan mengenai struktur kenyataan dapat lebih dimunsulkan dari sumber-sumber tertentu ketimbang sumber-sumber lainnya. Herakleitus, misalnya, menekankan penggunaan indra, sementara Permanides menekankam penggunaan akal. Meskipun demikian, tak seorang pun diantara mereka yang meragukan kemungkinan adanya pengetahuan mengenai kenyataan (realitas).
Baru pada abad ke-5 SM, muncul keraguan terhadap kemungkinan itu, mereka yang meragukan akan kemampuan manusia mengetahui realitas adalah kaum Sophis. Para sophis bertanya, seberapa jauh pengetahuan kita mengenai kodrat benar-benar merupakan kenyataan objektif, seberapa jauh pula merupakan sumbangan objektif manusia? Apakah kita mempunyai pengetahuan mengenai kodrat sebagaimana adanya? Sikap skeptis inilah yang mengawali munculnya epistemologi.[2]
Metode empiris yang telah dibuka oleh Aristoteles mendapt sambutan yang besar pada zaman Renaisans dengan tokoh utamanya Francis Bacon (1561-1626). Karya-karyanya yang paling menonjol adalah Theadvancement of Learning (1606) dan Novum Organum (organum baru).
Filsafat Bacon memiliki peranan penting dalam metode induksi dan sistematisasi prosedur ilmiah menurut Russel, dasar filsafatnya bersifat praktis, yaitu untuk memberi  kekuasaan pada manusia atas alam melalui penyelidikan ilmiah. Bacon mengkritik filsafat Yunani yang lebih menekankan pada perenungan dan akibatnya tidak praktis bagi kehidupan manusia. Ia mengatakan, “The great mistake of Greek philosophers was that they spent so much timein theory, so little in observation.
Sementara bagi Descartes (1596-1650 M), persoalan dasar dalam filsafat pengetahuan bukan bagaimana kita tahu, tetapi mengapa kita dapat membuat kekeliruan? Salah satu cara untukmenentukan suatu cara yang pasti dan tidak dapt diragukan ialah dengan melihat seberapa jauh hal itu bisa diragukan. Bila kita secara sistematis  mencoba meragukan sebanyak mungkin pengetahuan kita, akhirnya kita akan mencapai titik yang tak bisa diragukan sehingga pengetahuan kita dapat dibangaun diatas kepastian absolut.
Prosedur yang disarankan Descartes untuk mencapai kepastian ialah keraguan metodis universal, keraguan ini bersifat universal karena direntang tanpa batas, atau sampai keraguan ini membatasi diri. Artinya usaha meragukan itu akan berhenti bila ada sesuatu yang tidak dapat diragukan lagi. Usaha meragukan ini disebut metodik karena keraguan yang ditetapkan disini merupakan cara yang digunakan oleh penalaran reflektif  filosofis untuk mencapai kebenaran. Bagi dia, kekeliruan tidak terletak pada kegagalan melihat sesuatu, melainkan didalam mengira tahu apa yang tidak diketahuinya atau mengira tidak tahu yang diketahuinya.
Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indera, dan lain-lain mempunyai ,metode-metode tersendiri dalam teori pengetahuan, diantaranya adalah:
  1. Metode Induktif,
Yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyataan hasil observasi disimpulkan dalam  suatu pernyataan yang lebih umum. Dan muncul suatu pandangan yang luas diterima, ilmu-ilmu empiris ditandai oleh metode induktif, suatu inferensi bias disebut induktif bila bertolak dari pernyataan-pernyataan tunggal, seperti gambaran mengenai hasil pengamatan dan penelitian orang sampai pada pernyataan-pernyataan universal.
  1. Metode Deduktif
Deduktif ialah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empiric diolah lebih lanjut dalam suatu system pernyataan yang runtut. Hal-hal yang harus ada dalam metode deduktif ialah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri. Ada penyelidikan bentuk logis teori itu dengan tujuan apakah teori tersebut mempunyai sifat empiris atau ilmiah, ada perbandingan dengan teori-teori lain dan ada pengujian teori dengan jalan menerapkan secara empiris kesimpulan-kesimpulan yang bias ditarik oleh teori tersebut.
  1. Metode Positivisme
Metode ini dikeluarkan oleh August Comte (1798-1857). Metode ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang factual, yang positif. Ia menyampingkan segala uraian/ persoalan diluar yang ada sebagai fakta. Oleh karena itu, ia menolak metafisika. Apa yang diketahui secara positif, adalah segala yang tampak dan segala gejala. Dengan demikian metode ini dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi kepada bidang gejala-gejala saja.
Menurut Comte, perkembangan pemikiran manusia berlangsung dalam tiga tahap: teologis, metafisis, dan positif. Pada tahap teologis, orang berkeyakinan bahwa dibalik segala sesuatu  tersirat pernyataan kehendak khusus. Pada tahap metafisis, kekuatan adikodrati itu diubah menjadi kekuatan yang abstark, yang kemudian dipersatukan dalam pengertian yang bersifat umum yang disebut alam yang dipandangnya dari asal segala gejala.
Pada tahap ini, usaha mencapai pengenalan yang mutlak, baik pengetahuan teologis ataupun metafisis dipandang tak berguna, menurutnya, tidaklah berguna melacak asal dan tujuan akhir seluruh alam; melacat hakikat yang sejati dari segala sesuatu. Yang penting adalah menentukan hokum-hukum kesamaan dan urutan yang terdapat pada fakta-fakta dengan pengamatan dan penggunaan akal.
  1. Metode Kontemplatif
Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indra dan akal manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan pun akan berbeda-beda harusnya dikembangkan suatu kemampuan akal yang disebut dengan intuisi. Pengetahuan yang diperoleh lewat intuisi ini bias diperoleh dengan cara berkontemplasi seperti yang dilakukan oleh Al-Ghazali.
Intuisi dalam tasawuf disebut dengan ma'rifah yaitu pengetahuan yang dating dari Tuhan melalui penserahan dan penyinaran. Al-Ghazali menerangkan bahwa pengetahuan intuisi yang disinarkan oleh Allah secara langsung merupakan pengetahuan yang paling benar. Pengetahuan yang diperoleh lewat intuisi ini hanya bersifat individual dan tidak bias dipergunakan untuk mencari keuntungan seperti ilmu pengetahuan yang dewasa ini bias dikomersilkan.
  1. Metode Dialektis
Dalam filsafat, dealiktika mula-mula berarti metode tanya jawab untuk mencapai kejernihan filsafat. Metode ini diakjarkan oleh Socrates. Namun Platu mengartikannya diskosi logika. Kini dialektika berarti tahap logika, yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode penuturan, juga analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan..
Hegel menggunakan metode dialektis untuk menjelaskan filsafatnya, menurut Hegel dalam realitas ini berlangsung dialektika. Dan dialektika disini berarti mengompromikan hal-hal yang berlawanan seperti :
-          Dictator. Disini manusia diatur dengan baik, tapi manusia tidak punya kebebasan (tesis)
-          Keadaan diatas menapilakan lawannya, yaitu Negara anarki (anti tesis) dan warga Negara mempunyai kebebasan tanpa batas, tetapi hidup dalam kekacauan.
-          Tesis dan anti tesis ini disintesis, yaitu Negara demokrasi. Dalam bentuk ini kebebasan warga Negara dibatasi oleh undang-undang dan hidup masyarakat tidak kacau.
UNSUR PENGETAHUAN
Pada definisi tahu menurut Langeveld, tersirat unsure pengetahuan, yaitu pengamatan (mencamkan), sasaran (objek), dan kesadaran (jiwa). Ketiga unsur iru saling mengikat.
Pengamatan ialah penggunaan indra lahir dan batin untuk menangkap objek. Dalam pengamatan, subjek berada diluar sesuatu, sedangkan dalam pengalaman subjek berada didalamnya.
Dilihat dari sisi perantaraanya, ada dua macam pengalamannya, yaitu pengalaman lahir dan batin. Pengalaman lahir ditangkap oleh indra lahir (panca indra), adapun  pengamatan batin hanya bias dihayati oleh indra batin. Sasaran adalah suatu yang menjadi bahan pengamatan. Bagaimana validasi pengetahuan seseorang?. Diantara yang menentukannya ialah jenis sasarannya :
a)      Kalau sasarannya adalah objek empiris, maka pengetahuannya disebut sungguh, karena terbukti dalam kenyataan pengalaman.
b)      Jika sasarannya adalah objek ideal, maka pengetahuannya disebut pasti, Karena tunduk kepada hokum piker.
c)      Bila sasarannya adalah objek trasenden, maka pengetahuannya disebut yakin, Karena hanya berada dialam kepercayaan.
Kesadaran adalah salah satu dari alam yang ada pada diri manusia. Jiwa terdiri atas dua dunia, yaitu alam sadar dan alam bawah sadar. Keduanya senantiasa ada bersama dalam satu waktu, dimana alam bawah sadar jauh lebih besar dari pada alam sadar. Contoh: Pada saat orang membaca misalnya, apa yang ia sadari hanyalah bacaan yang ada di hadapannya, sedangkan hal yang lain, seperti dirinya, pakaiannya, sikapnya, tempat duduknya, atau situasi sekitarnya sama sekali tidak disadari.[3]
MACAM PENGETAHUAN
Pengetahuan adalah mengakui sesuatu terhadap sesuatu. Pengetahuan bahwa es dingin, artinya mengetahui sesuatu (sifat dingin) terhadap sesuatu (yang bernama es). Mengetahui berarti menerima secara akali adanya sesuatu (sifat) pada sesuatu (benda atau peristiwa). Sifat yang diakui adalah satu atau sebagian dari sekian banyak sifat yang ada pada sesuatu. Walaupun demikian, tidak berarti sifat-sifat yang laindisangkal. Pengakuan hanya membenarkan sifat yang dinyatakan, tanpa mempedulikan sifat yang lain. Adapun mengenai yang disifatinya, ada kemungkinan merupakan barang umum atau barang khusus, sebagai contoh:
Burung itu unggas (burung umum) – tidak menunjuk benda tertentu.
Burng itu jantan (burung khusus) – mengisyaratkan benda tertentu.
Dilihat dari segi lingkup sasarannya, ada dua macam pengetahuan, yaitu pengetahuan umum (contoh pertama) dan pengetahuan khusus (contoh kedua). Pengetahuan umum masuk kedalam dunia idea, tertangkap dalam pikiran, berada dalam alam absrak, dan ketentuannya berlaku universal. Sedangkan pengetahuan khususmasuk kedalam dunia empiris, tertangkap dalam pengalaman, berada dalam alam konkrit, dan ketentuannya berlaku particular.
Jadi ketika mengucapkan, “Ayam itu unggas”, si pembicara membayangkan sesuatu; ketika mengucapkan “ Ayam itu jantan”, si pembicara menghadapi benda yang dimaksud.
Apabila diajukan pertanyaan, manakah yang benar dari kedua macam pengetahuan itu? Orang akan sulit menjawabnya tanpa dengan merugikan salah satu jenis. Mengakui salah satu berarti mengakui bahwa hanya jenis pengetahuan itulah yang berpeluang untuk dapat mencapai kebenaran
Pengetahuan umum juga disebut pengetahuan budi, sedangkan pengetahuan khusus disebut pengetahuan indera. Pengetahuan umum tetap, tidak berubah serta menembus hokum ruang dan waktu, sedangkan pengetahuan khusus berubah, tidak tetap, dan hanya terjadi sekali disatu tempat serta satu saat, tak pernah berulang sama. Dalam bidang keilmuan, pengetahuan umumlah yang dijumpainya. Suatu kemungkinan yang bisa terjadi ialah bahwa pengetahuan khusus beralih menjadi pengetahuan umum, begitu pula sebaliknya. Peralihan pengetahuan dari khusus ke umum melalui induksi, sedangkan dari umum ke khusus melalui deduksi. Pengetahuan khusus berupa pengalaman, sedangkan pengetahuan umum berujud pengertian.
Dipandang dari cara pembentukannya, pengetahuan ada dua macam, yaitu pengetahuan langsung dan pengetahuan tak langsung. Pengetahuan langsung diperoleh melalu pengamatan lahir (persepsi ekstern), maupun pengamatan batin (persepsi intern) tanpa perantara.
Pengetahuan langsung hamper setiap saat dapat ditemui orang dalam hidupnya, baik melalui pengamatan lahir maupun batin. Orang menyebut pengetahuan ini sebagai pengalaman (empiris). Mendapatkannya tidak sulit asal ada kesadaran. Berbada dengan hal itu, untuk mendapatkan pengetahun tak langsung melalui konklusi, diperlukan pemikiran lurus. Lain lagi dengan pengetahuan tak langsung melalui autoriti, disitu membutuhkan kemantapan hati.
Miska Muhammad Amien menjelaskan adanya dua macam pengetahuan mengenai hubungannya dengan alam disana., yaitu pengetahuan wahyu dan pengetahuan ilham. Pengetahuan wahyu adalah firman Allah yang berisi pengetahuan yang diturunkan kepada manusia pilihan, yaitu Nabi atau Rasul. Wahyu menyangkut berbagai aspek kehidupan khususnya hubungan dengan manusia denga Al-Khalik yang disebut ibadah, juga hubungannya manusia dengan sesame makhluk yang disebut muamalah.
Pengetahuan ilaham ialah petunjuk yang disampaikan malalui hati sanubari setiap orang. Ilham pada dasarnya sama dengan wahyu dalam arti yang umum. Perbedaan yang mendasar terletak pada cara penyampaiannya, yaitu bahwa wahyu melalui utusan, sedangkan ilham langsung masuk kedalam jiwatanpa melalui utusan. Ilham disebut juga sebagai devine inspiration.
Menurut I.R Poedjawijatna jalan menuju perolehan pengetahuan ialah pengindraan, tanggapan, ingatan, dan fantasi. Dalam mengakap objek konkrit, tidak semua indra digunakan, melainkan hanya indera tertentu. Oleh karena itu, pengetahuan yan diperolehpun tertentu pula, berlaku bagi hal yang khusus. Contoh, awan hanya bisa dilihat, suara hanya bisa didengar. Indera mempunyai batas jangkauan, dan juga memiliki kelemahan.
Tanggapan ini mungkin jelas, mungkin juga samar, boleh jadi berisi banyak sifat, akan tetapi bisa juga hanya sedikit. Disini factor selera banyak menentukan kadar pengetahuan. Akibatnya, hanya aspek tertentu dari objek tersebut yang diperhatikan, artinya pengetahuan belum menyeluruh (pengetahuan khusus).
Tanggapan sebagai hasi penginderaan ini kemudian(seakan-akan)disimpan oleh manusia, dan pada waktu tertentu ia muncul dengan sendirinya atau disengaja. Hal ini disebut ingatan. Gambaran objek yang telah diindera menjadi bahan ingatan, mungkin semakin lama semakin memudar dan akhirnya lenyap. Namun harus disadari hal itu tetap tersimpan dalam jiwa manusia, keadaan pada saat gambaran itu sirna, disebut lupa.
Penginderaan senantiasa berhadapan dengan objek diluar subjek, selalu terlibat dalam ruang dan waktu tertentu. Tanggapan agak berkurang hubungannya dengan ruang dan waktu, bahkan dapat lenya sama sekali. Tanggapan ini, demi kemampuan ingatan, ditambah dengan tanggapan buatan, sehingga gambaran objek tidak murni lagi seperti semula. Daya mengombinasikan tanggapan asli dengan tanggapan buatan ini disebut fantasi. Sebagai contoh ialah Sphinx, yaitu patung berkepala singa di Mesir. Fantasi bukanlah tanggapan karena ia tidak mewakili objek, tetapi juga bukan ingatan karena ia tidak bertumpu poada realitas.
Bagaimana tahap pengetahuan orang akan sesuatu, AhmadHanafi, M.A., mengemukakan beberapa fase pengenalan:
1)       Mengamati hal inderawi secara berurutan: bentuk-warna-ukuran-letak-dan seterusnya. Misalnya bola bulat putih di keranjang.
2)      Mengenal cirri pokok (esensial) sekalipun sifat inderawi (aksidental)nya berubah-ubah. Misalnya, kursi makan. Ciri esensialnya, adalah alas, kaki, sandaran, sedangkan ciriaksidentalnya, adalah model, bahan, ukuran,dan seterusnya.
3)      Mengaitkan sesuatu dengan sesuatu yang lain berdasarkan kemiripannya atau pertalian kegiatannya, untuk dijadikan pengalaman. Misalnya, hubungan antara awan tebal dengan turun hujan, antara minum obat dengan sehat kembali.
4)      Menyingkap rahasia hubungan sebab-akibat dari dua pengetahuan), dimana pengalaman menjadi ilmu yang diyakini. Misalnya awan tebal mengakibatkan turun hujan karena awan tebal mengandung uap air.
5)      Menyelidiki persoalan yang lebih umum dan lebih jauh, yang hanya ditanggulangi oleh akal pikiran semata (hal yang berada dibelakang ilmu positif) yaitu filsafat.
6)      Memahami makna pengatahuan itu sendiri, serta cara dan syarat berpengetahuan, yang tidak memiliki kemiripan dengan ilmu positif, yaitu logika.
7)      Memperhatikan apa yang seharusnya diperbuat oleh perseorangan atau masyarakat, yang berbeda dengan tinjauan sosiologi (gejala kemasyarakatan), yaitu etika atau akhlak.
BATAS   PENGETAHUAN
Berbicara mengenai  dasar pengetahuan akan terkait dengan pembahasan mengenai batasnya. Orang akan berusaha mencari jawabannya, dan jawaban yang dikemukakan sudah barang tentu akan berlainan. Ada dua teori yang mengutarakan persoalan wilayah pengetahuan, yaitu skeptisisme dan objektivisme.
Skeptisisme berpandangan bahwa wilayah pengetahuan hanyalah apa yang sekarang (pada saat ini) ada dalam jiwa sebagai rekaan, yang terdapat pada jiwa dalam kesadaran sesaat. Pada saat berikutnya, hal itu tidak lagi menjadi batas pengetahuan karena telah berlalu. Skeptisisme berasal dari kata skeptic, artinya ragu. Jadi aliran ini menyangsikan kemutlakan berlakunya pengetahuan. Dengan demikian, nisbilah apa yang diutarakan oleh berbagai aliran tentang dasar  pengetahuan. Hanya satu hal yang ia tidak pungkiri kemutlakannya, yaitu kesangsian itu sendiri.
Bapak aliran skeptisisme adalah Pyrrho (318-272 SM). Ada beberapa bukti yang memperkuat kebenaran pikiran aliran ini, misalnya kekuatan daya ingatan, penelitian ulang, perselisihan pendapat, dan pertentangan antar Negara, yang semuanya semuanya menunjukan keterbatasan pengetahuan manusia dalam mencapai kebenaran. Aliran yang bersifat skeptisis dibidang teori dan etika ialah subjektivisme, relativisme, fiksionalisme, dan pragmatisme.
Subjektivisme hanya mengakui individualitas, menolak hal yang bersifat umum. Segala keputusan bergantung kepada kebiasaan, keadaan, watak, dan seterusnya. Pendirian semacam ini terdapat pada kaum sofis.
Relativisme berpendapat bahwa kebenaran atau pengetahaun bersifat nisbi, bergantung pada factor (yang berubah-ubah) yang menentukan struktur pikiran manusia serta kelakuannya. Tiada kebenaran mutlak yang mencakup seluruh kenyataan, lagi pula tiada ikatan moral yang berlaku umum.
Fiksionalisme (oleh Vaihinger, 1852 - 1932), mengemukakan bahwa pengalaman beserta hubungannya (kategorinya) hanyalah sebagai ketentuan yang diterima orang yang masih perlu diatur dan dikuasai. Jadi, kebenaran hanyalah hipotesis kerja (persangkaan belaka) yang masih perlu diuji lagi kepastiannya.
Pragmatisme (pragma: perbuatan; C.S. Pierce, (1839-1914) menyatakan bahwa bukti kebenaran suatu pernyataan teoritis dilihat dari kegunaannya bagi penyelesaian tugas-tugas praktis. Kriteria kebenaran ialah kegunaan yang ada pada sesuatu. Jadi, kebenaran marupakan alat kerja bagi langkah lebih lanjut.
Jika skeptisisme diikuti secara konsekuen, akan sampailah orang kepada akibat yang menyulitkan, yakni:
1)       Identitas (ketetapsamaan) sesuatu akan hilang. Oleh karena itu, akan sulitlah orang membentuk pengertian tentang sesuatu tadi, apalagi berusaha membuntutinya.
2)      Validitas (berlakunya) ilmu akan berakhir. Oleh karena itu, percumalah orang mempelajarinya, lebih-lebih berupaya mendalaminya.
3)      Otoritas (kekuasaan) agama akan pudar. Oleh karena itu, orang bisa berpindah-pindah keyakinan atau hidup tanpa pegangan.
 Berlawanan dengan skiptisisme, aliran objektivisme berpendapat bahwa wilayah pengetahuan ialah keseluruhan kebenaran objektif yang terlepas dari subjek, dalam arti kebenaran itu tidak perlu terlaksana dalam kesadaran. Dengan kata lain, luas pengetahuan adalah seluruh perbendaharaan pengetahuan yang ada dalam jiwa, dengan ketentuan tidak semuanya harus disadari. Artinya ada beberapa bagian perbendaharaan yang berada di dalam bawah sadar. Disini masih teradapat kemungkinan adanya hal yang belum diketahui dan salah paham (khilaf). Apa yang adapada alam bawah sadar termasuk perbendaharaan pengetahuan, akan tampak jika diangkat ke alam sadar. Akan tetapi, hal itu bisa muncul kembali (ingat) ataupun tetap terpendam (lupa). Dari keseluruhan perbendaharaan pengetahuan yang dimiliki subjek, banyaknya pengetahun yang disadari jauh lebih kecil dibandingkan dengan pengetahuan yang tak disadari.
SASARAN  PENGETAHUAN
Pada dasarnya sasaran adalah hal yang terpisah dari pengetahuan itu sendiri, mengingat ia berada di luar pihak yang berpengetahuan, yaitu manusia, meskipun suatu ketika pemikiran (manusia) itu sendiri. Perlu dipahami bahwa sebagai sasaran pengetahuan, seluruh sarwa buka sekalian tujuan pengetahuan ilmiah ataupun filsafat. Sasaran (objek) berbeda dengan tujuan (aim). Sasaran adalah posisi dimana tujuan bisa dicapai, sedangkan tujuan adalah kondisi yang dikehendaki perwujudannya. Jadi, mustahil tujuan tercapai tanpa adanya sasaran.
PERKEMBANGAN ILMU PADA MASA KONTEMPORER SECARA EPISTEMOLOGIS
Sebagian cirri yang patut mendapat perhatian dalam epistemologis perkembangan ilmu pada masa modern adalah munculnya pandangan baru mengenai ilmu pengetahuan. Pandangan itu merupakan kritik terhadap pandangan Arisstoteles, yaitu bahwa ilmu pengetahuan sempurna tak boleh mencari untung, namun harus bersifat kontemplatif, diganti dengan pandangan bahwa ilmu pengetahuan justru harus mencari untung, artinya dipakai untuk memperkuat kemampuan meni\usia di bumi ini.
Pada abad-abad berikutnya, didunia Barat dan didunia luar Barat, dijumpai keyakinan dan kepercayaanbahwa kemajuan yang dicapai oleh pengetahuan manusia khususnya ilmu-ilmu alam, akan membawa perkembangan manusia pada masa depan yang semakin gemilang dan makmur. Sebagai akibatnya, ilmu pengetahuan selama masa modern sangat mempengaruhi dan merubah manusia dan dunianya. Terjadilah Revolusi Industri I (sekitar tahun 1800 dengan pemakaian mesin-mesin mekanis), lalu Revolusi Industri II (sekitar tahun 1900 dengan pemakaian listrik dan sinar-sinar), dan kemudian Revolusi III yang ditandai dengan penggunaan kekuatan alam dan penggunaan computer yang sedang kita saksikan dewasa ini.
Dengan demikian adanay perubahan pandangan tentang ilmu pengetahuan mempunyai peran penting dalam membentuk peradaban dan kebudayaan manusia, dan dengan itu pula tampaknya, muncul semacam kecenderungan yang terjalin pada jantung setiap ilmu pengetahuan dan juga para ilmuwan untuk lebih berinovasi untuk penemuan dan perumusan berikutnya. Kecenderungan yang lain ialah adanya hasrat untuk selalu menerapkan apa yang dihasilkan ilmu pengetahuan, baik dalam dunia teknik micro maupun macro. Dengan demikian tampaklah, bahwa semakin maju pengetahuan, semakin meningkat keinginan manusia, sampai memaksa, merajalela, dan bahkan membabi buta. Akibatnya ilmu pengetahuan dan hasilnya menjadi tidak  manusiawi lagi, bahkan cenderung memperbudak manusia sendiri yang telah merencanakan dan menghasilkannya. Kecenderungan yang kedua inilah yang lebih mengerikan dari yang pertama, namun tidak dapat dilepaskan dari kecenderungan yang pertama.
Kecenderungan ini secara nyata paling menampakan diri dan saling mengancam keamanan kehidupan manusia dewasa ini dalam bidang lomba persenjataan, kemajuan dalam memakai serta menghabiskan banyak kekayaan bumi yang tidak dapat diperbarui kembali, kemajuan dalam bidang kedokteran yang telah mengubah batas-batas paling pribadi dalam hidup manusia dan perkembangan ekonomi yang mengakibatkan melebarnya jurang kaya da miskin.
Ilmu pengetahuan dan teknologi mau tak mau mempunyai kaitan langsung ataupun tidak, dengan strukturr social da politik yang pada gilirannya berkaitandengan jutaan manusia yang kelaparan, kemiskinan, dan berbagai macam kesimpangan yang justru menjadi pandangan yang menyolok ditngan keyakinan manusia akan keampuhan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menghapus pendritaan manusia.
Gregory Bateson misalnya, melihatsecara mendasar permasalahan yang ditimbul dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Menurutnya, sebab-sebab utama yang menimbulkan krisis-krisis diatas ialah kesalahan epistemology yang mendasari ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Dalam hubungan ini ia menegaskan :” Jelas kini bagi banyak orang, bahwa telah muncul berbagai bencana sebagai akibat kesalahan epistemology barat. Ini semua berkisar dariinsektisida dampai polusi, jarahan radioaktif dan kemungkinan mencairnyaes antartika. Diatas itu semua, desakan kuat kita untuk menyelamatkan kehidupan individual telah mendatangakan kemungkinan bahaya kelaparan dunia di masa mendatang. Agaknya, kita cukupberuntung andai saja dapat melampaui 20 tahun yang akan datang tanpa bencana yang lebih dahsyat ketimbang kehancuran besar yang dihadapi manusia adalah hasil yang ditimbulkan akibat kekeliruan dalam kebiasaan pemikiran kita pada tingkatyang paling dalam tanpa sepenuhnya kita sadari”.
Dengan demikian, ilmu pengetahuan harus bernilai praktis bagi manusia, diantaranya dalam bentuk teknologi. Akibatnya, menaklukan alam dan mengekploitasinya habis-habisan tidaklah dapat dianggap sebagai kesalahan. Kedua metode yang digunakan ialah deduksi-induksi sebagai pengaruh dari pemikiran positivisme.
Metode ini amat sangat dominan dalam epistemology modern, khususnya dalam metode keilmuan, ketiga objek yang dikaji adalah realitas empiris, inderawi, dan dapat dipikirkan dengan rasio. Dalam kaitan ini, Herman Khan budaya yang dihasilkan dari epistemolodi di atas adlah budaya inderawi yaitu budaya yang bersifat empiris, duniawi, secular, humanistic, utiliter, dan hedonistic.
Tentang tujuan ilmu pengetahuan dalam ilmu pengetahuan modern ialah bahwa ilmu pengetahuan bertujuan menundukkan alam, alam dipandangnya sebagai sesuatu untuk dimanfaatkan dan dinikmati semaksimal mungkin. Dalam hubungan ini Nasr mengemukakan bahwa akibat yang akan terjadi dari pandangan demikian, alam diperlakukan oleh manusia modern seperti pelacur, mengambil manfaat darinyadan kepuasan darinya tanpa rasa kewajiban dan tanggung jawab apapun.
Lebih lanjut, Nasr mengkritik ilmu pengetahuan modern barat, bahwa ilmu modern mereduksi seluruh esensi dalam pengertian metafisik, kepada material dan substansial. Dengan demikian, pandangan dunia metafisis nyaris sirna dalam ilmu pengetahuan modern. Kalaupun ada, metafisik mereduksi menjadi filsafat rasional yang selanjutnya sekedar pelengkap ilmu pengetahuan alam dan matematika. Bahkan kosmologi diturunkan derajatnya dengan memandangnya hanya semacam supertisi. Dengan pandangan itu, ilmu pengetahuan modern menyingkirkan pengetahuan kosmologi dan rencananya. Padahal menurut Nasr, kosmologi adalah ilmu sacral, yang menjelaskan kaitan materi dengan wahyu dan doktrin metafisis.
Dalam bidang filsafat, Descartes mewariskan suatu metodeberpikir yang menjadi landasan berpikir dalam ilmu pengetahuan modern. Langkah-langkah tersebut adalah:
1.      Tidak menerima apapun sebagai hal yang benar, kecuali kalau diyakini sendiri bahwa itu memang benar.
2.      Memilah-milah masalah menjadi bagian-bagian terkecil untuk mempermudah penyelesaian.
3.      Berpikir runtut dengan mulai dari hal yang sederhana sedikit demi sedikit untuk mencapai ke hal yang paling rumit.
Sedangkan perkembangan ilmu pengetahuan di zaman kontemporer ditandai dengan berbagai teknologi canggih. Teknologi dan informasi salah satu yang mengalami kemajuan yang sangat pesat. Mulai dari penemuan computer, satelit komunikasi, internet dan lain-lain. Manusia dewasa ini memiliki mobilitas yang begitu tinggi, karena pengaruh teknologi komunikasi dan informasi.
Bidang ilmu lain juga mengalami kemajuan pesat, sehingga terjadi spesialisasi-spesialisasi ilmu yang semakin tajam. Ilmuwan kontemporer mengetahui hal yang sedikit tetapi secara mendalam. Ilmu kedokteran pun semakin menajam dalam spesialis dan subspesialis. Demikian bidang-bidang ilmu lain disamping kecenderungan lain adalah sintesis antara bidang ilmu satu dengan lainnya, sehingga dihasilkannya bidang ilmu baru seperti bioteknologi dan psikolinguistik.





REFERENSI
·         Filsafat Agama karya Harun Nasution
·         Filsafat Ilmu karya Prof. Dr. Amsal Bakhatiar, M.A.
·         Filsafat Pendidikan karya DRS. Prasetya

                                                                                                               


[1] Harun Nasution, Filsafat Agama,(Jakarta:Bulan Bintang), hlm 10
[2] Amsal Baktiar, Filsafat Ilmu,(Jakarta:Rajawali Pers,2004), hlm 149
[3] Prasetya, Filsafat Pendidikan (                   :Pustaka Setia,1997), hlm 110

Tidak ada komentar:

Posting Komentar