Rabu, 22 Juni 2011

Koperasi dan UKM - contoh proposal usaha


A.    PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Pada saat ini keberadaan makanan daerah sulit ditemukan apalagi kota sebesar kota Jakarta karena jarang yang bisa membuat kue tersebut di Jakarta dan sekitarnya. Pohul-pohul, itulah namanya. Makanan khas Batak yang satu ini sangat sulit ditemukan di kota Jakarta, kalapun ada itu tidak dijual karena di buat hanya untuk konsumsi pribadi. Bagi orang batak memakan makanan khas daerah sendiri merupakan sebuah kenikmatan sendiri apalagi jika menikmati bersama keluarga tercinta.
Karena sulitnya mendapatkan makanan ini maka saya sebagai orang batak berkeinginan untuk membuat bisnis kue pohul-pohul khas Batak. Dalam memulai bidang usaha ini yang perlu diperhatikan adalah peluang pasar. Kemudian kita harus menganalisis keunggulan dan kelemahan pesaing. Dan karena ini merupakan usaha makanan yang jarang di miliki orang lain kami manyimpulkan tidak ada persaingan yang signifikan dalam usaha ini. Namun yang perlu di perhatikan adalah bagaimana cara memasarkan pruduk ini di zaman globalisasi ini yang  penuh dengan makanan dan kue kue yang modern. Dan selanjutnya adalah persiapan mental dan keberanian untuk memulai usaha. Buang jauh jauh rasa gengsi dan malu, takut gagal karena setiap usaha pasti ada resiko yang harus di tanggung. Dalam usaha itu ada untung dan rugi. Semakin besar keuntungan yang diperoleh maka semakin besar pula resiko yang di hadapinya. Yang terpenting adalah berani mencoba dan memulai lebih-lebih bisa melestarikan budaya sendiri.
  1. Tujuan :
Tujuan saya memilih usaha ini yaitu ;
a.       Mencari keuntungan/laba
b.      Menarik peminat untuk merasakan makanan Khas Batak apalagi pembelinya orang batak sendiri.

B.     ASPEK MANAJEMEN
Bisnis ini merupakan bisnis keluarga dan di kelola oleh seluruh anggota keluarga. Seluruh karyawan atau pekerja merupakan anggota keluarga.

C.     TARGET PEMASARAN
a.       Target pasar
Target pasar adalah mereka dari kalangan masyarakat secara umum serta orang Batak secara khusus yang sangat menggemari makanan ini namun sulit untuk mendapatkannya.
b.      Konsep pemasaran
Dalam hal ini produk dipasarkan di sekitar rumah  di daerah terlebih dahulu, serta promosi dari mulut kemulut untuk kearah yang lebih maju lagi serta memberikan harga promo bagi mereka yang membeli di minggu pertama usaha berjalan.
c.       Produk dan penetapan harga
Produk dijual perbungkus seharga Rp. 5000
d.      Distribusi dan promosi
Bisnin makanan ini adalah bisnis kebudayaan. Untuk membuka pasar kita bisa memulai menawarkan kepada saudara sendiri yang sesame orang Batak atau dari acara hajatan keluarga, tetangga, atau saudara.



D.    ASPEK OPERASIONAL
Lokasi bisnis ini dijalankan di lingkungan rumah terlebih dahulu, ditawarkan ketetangga-tetangga, teman, saudara dan kerabat dekat. Selanjutnya dipasarkan pinggiran-pinggiran jalan yang ramai.
E.     ASPEK KEUANGAN dan BAHAN-BAHAN
  1. Bahan Utama
-          Kelapa setengah tua  Rp. 5000 per buah
5000 x 10  = 250.000
-          Tepung Beras Rp. 15.000 per kilo
15.000 X 4 =  60.000
-          Garam Rp. 10.000 per kilo
10.000 x 2 = 20.000
-          Gula merah Rp. 20.000 per kilo
20.000 x 4 = 80.000
-          daun pandan per 20 lembar Rp. 5000
25.000
-          gas elpiji 3 kg
13.000
Total Biaya/Modal Rp. 448.000

Batik menurut teori modernisasi


BAB 1
1.      Pendahuluan
  1. Pembukaan
Ketika bicara masalah batik sebenarnya bukan sekedar membahas masalah industri keratif, seni kerajinan batik,profesi pembatik yang dimiliki individu atau komunitas masyarakat tertentu. Tetapi sebenarnya kita membahas budaya komunal, budaya local, dan budaya nasional sebuah bangsa. Karena batik merupakan ranah budaya yang dianggap memiliki nilai arstistik tinggi, namun dibalik itu ada permasalahan yang bersifat kompleks. Batik dewasa ini menjadi ikon budaya sebuah komunitas masyarakat, bangsa dan Negara.Batik merupakan simbiose komunal yang merepresentasikan budaya local bernilai tinggi dalam sebuah komunitas masyarakat tertentu. Batik bisa menjadi media lintas budaya, karena keberadaannya merepresentasikan keragaman seni tradisional masyarakat komunal di suatu daerah. Batik baik secara langsung maupun tidak langsung menjadi sebuah identitas komunitas masyarakat. Charles Shander Feire (1981) menyebutnya sebagai indexical budaya komunal masyarakat. Secara historical seni batik di Indonesia konon berasal dari zaman Nenek Moyang yang ketika itu ditulis di selembar daun lontar. Kemudian dikembangkan secara terus menerus (turun temurun) oleh masyarakat tertentu sebagai symbol atau identitas.
Seni batik menjadi terkenal karena ia menjadi identitas sekaligus symbol sebuah komunitas masyarakat baik secara lokal maupun nasional. Batik sebagai symbol local masyarakat secara implisit dapat teridentivikasi dari corak dan motifnya. Artinya ketika kita melihat corak dan motif batik, maka secara spontan dapat di identivikasi batik yang bersangkutan diproduksi di daerah mana. (misalnya, batik Pekalongan, batik Solo, batik Jogya, batik Sunda, batik Madura, dsb). Secara nasional batik dianggap merepresen tasikan identitas budaya sebuah bangsa.Lembaga PBB yang membidangi masalah kebudayaan UNESCO telah menyetujuhi ”batik sebagai warisan budaya” yang dihasilkan oleh Indonesia (Kompas,11/12/2009). Dalam konteks ini budaya bangsa dibentuk dari keunggulan budaya lokal. Salah satu diatranya di wakili oleh kerajinan atau industri batik. Dengan kata lain budaya bangsa mewarisi nilai keunggulan dari budaya lokal yang ada di berbagai komunitas masyarakat. Maka budaya batik di Indonesia dianggap sebagai warisan budaya (cultural heritage) yang tidak ternilai bagi bangsa ini. Berangkat dari pemahaman tersebut maka ”batik” di difinisikan sebagai identitas bangsa.
·         Batik Tulis
Pada dasarnya jika dilihat dari akar budaya yang terjadi ”seni kreasi batik” tidak ubahnya seperti perkembangan seni lukis. Pada awalnya seni batik yang terkenal adalam motif batik tulis. Batik tulis adalah batik yang dikerjakan secara tradisional, dilukis menggunakan (sogo dan canting) oleh para pembatik. Sebagian besar mereka tidak mendapatkan pendidikan formal tentang batik. Mereka belajar membatik berdasarkan ”otodidak” dari seniornya. Mereka membatik bukan merepresentasikan sebagai seniman batik. Tetapi mereka membatik karena tuntutan ekonomi, dan bekerja sebagai buruh pada juragan batik. Maka meski karyanya menjadi simbol komunitas lokal, maupun nasional sebagai karya budaya, mereka tidak pernah menuntut penghargaan.
Karya seni yang mereka tuangkan dalam ratusan kodi batik sebagai komoditas bisnis, tidak lebih sebagai untuk memenuhi kebutuhan pokok (sandang dan pangan). Meski penciptanya kurang mendapatkan penghargaan, tetapi produk seni kreasi batiktulis yang mereka ciptakan mampu menjadi ikon sebuah komunitas dan budaya bangsa. Bagi komunitas tertentu keberadaan batik tulis masih dijadikan simbol sosial bagi masyarakat tertentu. Memakai batik tulis dari bahan sutera, masih dianggap lebih prestisus ketimbang memakai batik sablon, atau printing dari bahan yang sama. Dalam dunia bisnis motif batik tulis mempunyai pangsa pasar tersendiri. Maka kreasi seni batik tulis meski dikelola secara tradisional masih mendapat tempat di komunitas masyarakat tertentu. Kreasi seni batik tulis itu bergeser menjadi sebuah identitas masyarakat komunal.
Budaya lokal dalam konteks ini ”disimbolkan dari produksi artistik seni dan produk budaya lain dalam bentuk kerajinan, seni dan teks budaya” (William, 1981). Sampai sekarang produksi batik tulis masih dilihat sebagai ”kreasi seni batik artistik” yang mempunyai nilai filosofi dan ideologi tertentu. Pengguna batik tulis dilihat dari perspektif budaya masih tampak menyimbolkan adanya perbedaan kelas pada komunitas masyarakat tertentu. Dalam konteks ini Bourdeau (1984) melihat bahwa penilaian terhadap budaya tetap menjadi sumber daya dalam pembagian kelas, dan kekuasaan sosial yang menandai batas batas kelas, kompetensi budaya, dan modal budaya. Dalam implementasinya meski batik tulis tradisional konsumennya dianggap terbatas, tetapi keberadaannya masih dipertahankan
  1. Latar Belakang Masalah
Di era modern ini begitu banyak sesuatu yang lama yang sudah pudar dan bahkan musnah karena tidak bisa menyesuaikan dengan perkembangan zaman serta tingkah laku manusianya selalu berubah. Namun dari pada itu banyak sesuatu yang lama itu masih sanggup bertahan serta mengimbangi kemajuan zaman yang pesat, serta mampu menciptakan sebuah kekuatan yang dapat berguna bagi banyak orang.  Salah satunya adalah batik. Batik (atau kata Batik) berasal dari bahasa Jawa "amba" yang berarti menulis dan "nitik". Batik adalah seni melukis dilakukan diatas kain dengan menggunakan lilin atau malam sebagai pelindung untuk mendapatkan ragam hias diatas kain tersebut. Batik memang identik dengan masyarakat jawa yang umumnya hidup dengan nilai-niali tradisional yang masih di pertahankan.
Selain batik, merupakan kekayaan budaya bangsa yang sangat bersahaja, karena batik sangat berwibawa dan setiap orang minimal punya satu buah batik untuk acara acara resmi seperti ke undangan perkawinan, pengajian dan lain-lain. Sampai-sampai suka ada image bahwa jika memakai batik pada saat acara formal atau semi formal akan kelihatan lebih ber-etika dan bersahaja.
Seiring dengan berkembangnya dunia fashion dan industri pakaian modern seperti Jas,kemeja,dll, Batik pun tergeser keberadaannya, sempat beredar rumor bahwa Batik itu kuno, batik itu kampungan, kalau pakai Batik diidentikkan dengan aki-aki atau ninik-ninik yang berumur tua, motifnya pun terkadang di gambarkan untuk pakian nenek-nenek.
Dikalangan anak muda bahkan batik sangat tidak di perhatiakan sebagai model pakaian yang semestinya di pakai dalam acara-acara resmi. Anak muda lebih sering mengenakan jass, jacket atau kemeja karena lebih modern dan tidak kuno. Walaupun batik telah diakui secara Internasional oleh UNESCO sebagai warisan budaya asli Indonesia namun tidak serta merta batik menjadi trend dalam busana berpakaian orang Indonesia. Padahal dengan mengenakan pakaian Batik minimal pada acara kondangan kita telah memberikan sumbangsih kepada budaya Indonesia agar tetap bertahan dan tidak di tinggalkan.

c.       Tujuan

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana Batik bisa bertahan di zaman modern serta sejauh mana peran Batik bagi pembangunan di Indonesia.
d.      Manfa’at

Banya sekali manfa’at  yang bisa di ambil dari kajian tentang Budaya Batik ini. Salah satunya kita akan lebih menghargai nilai budaya sebagai warisan nenek moyang yang dapat mendatangkan peluang usaha serta dapat meningkatkan taraf hidup suata masyarat.

BAB 2
1.      Tinjauan Teori


a.      Modernisasi

Sejak tahun 1970-an teori modernsasi secara sungguh-sungguh memberikan tanggapan, bahkan perbaikan pada kerangka terorinya. Segala asumsi, penjelasan pokok, dan metode kajian yang digunakan secara perlahan dan dalam batas-batas tertentu sudah dirubah.
Namun tidak berbeda dengan teori modernisasi klasik, teori modernisasi baru juga memiliki pokok perhatian pada persoalan pembangunan di Negara Dunia Ketiga. Teori modernisasi baru juga menggunakan analisa pada tingkat nasional, dan tetap berusaha menjelaskan pembangunan Dunia Ketiga dengan bertitik tolak pada factor internal, sperti nilai-nilai tradisional dn berbagai pranata sosial. Dan yang paling penting, teori modernisasi baru masih berpegang pada asumsi pokoknya, yaitu bahwa Negara Dunia Ketiga pada umumnya akan tetap memperoleh keuntunagn melalui proses modernisasi dan hubungan yang lebih mesra dan intensif dengan barat.
Perbedaan mendasar antara teori modernisasi klasik dan modernisasi baru antara lain:
1.      Teori modernisasi baru tidak lagi melihat bahwa nilai tradisional merupakan factor penghambat pembangunan, bahkan berusaha menunjukan sumbangan positif yang diberikan nilai-nilai tradisional.
2.      Secara metodologis, tidak lagi bersandar pada analisa yang abstrak dan tipologi, tetapi lebih cenderung member perhatian yang seksama pada kasuk-kasus yang nyata. Sejarah dianggap sebagai factor yang signifikan untuk menjelaskan pola perkembangan dari satu Negara tertentu.
3.      Teori modernisasi baru tidak menganggap greak pembanguan satu arah dan menjadikan barat sebagai satu-satunya model, tetapi menerima kenyataan bahwa Negara Dunia Ketiga dapat memiliki kesempatan untuk menentukan aras dan menemukan model pembangunannya sendiri.
4.      Teori modernisasi baru lebih memberikan perhatian pada factor eksternal (lingkungan internasional) dibanding pada masa sebelumnya. Sekalipun perhatian utamanya masih pada factor internal, peranan factor internasional dalam mempengaruhi proses pembangunan Dunia Ketiga tidak diabaikan begitu saja.

b.      Hasil Kajian Teori Modernisasi Baru

1)      Michael R.Dove : Budaya Lokal dan Pembangunan di Indonesia
Para teoretisi modernisasi dan pengikutnya termasuk kebanyakan ilmuwan sosial dan perencana pembangunan di Indonesia, mempunyai anggapan bahwa budaya tradisional dilihatnya sebagai factor proses modernisasi atau paling tidak budaya tradisional dianggap sebagai factor yang bertanggung jawab terhadap kegagalan modernisasi.
Menurut Dove anggapan itu adalah pandangan yang keliru. Dove dengan tidak ragu-ragu menyatakan bahwa tradisional tidak harus berarti terbelakang. Baginya budaya tradisional dan selalu terkait dengan proses perubahan ekonomi, sosial, dan politik dari masyarakat  pada tempat mana budaya tradisional tersebut melekat. Budaya tradisional selalu mengalami perubahan yang dinamis, oleh karena itu budaya tradisional tidak mengganggu proses tradisional.

c.       Karakteristik Teori Modernisasi Baru
1.                  Teori modernisasi baru menunjukan hubungan yang rumit dan kompleks antara tradisionalisme dan modernisasi. Dove melihat bahwa budaya tradisional merupakan sesuatu yang dinamis dan selalu mengalami perubahan, dan oleh karena itu tidak melihat bahwa budaya tradisional bertentangan dengan pembangunan.
2.                  Metode kajian teori modernisasi baru membawa kembali peran analisis sejarah, dan oleh karena itu lebih memberikan perhatian pada keunikan dari setiap kasus pembangunan yang dianalisa. Kajian Dove ketika menguji hubungan  budaya local dengan pembangunan di Indonesia, menunjukan bahwa budaya tradisional selalu mampu melakukan penyuseaian dengan baik terhadap kondisi local, dan oleh karena itu budaya tradisional, biasanya tidak bersalah, ketika budaya tradisional tersebut kemudian dijadikan salh satu target perubahan yang dinginkan  oleh pembangunan.
3.                  Perhatian teori modernisasi baru lebih ditujukan untuk mengamati dan menganalisa secara serentak dan simultan terhadap berbagai pranata sosial yang ada (sosial, budaya, skonimi, dan politik), berbagai kemungkinan arah pembangunan, dan interaksi antara factor internal dan eksternal.
Perbedaan yang tampak jelas antara teori modernisasi klasik dengan teori modernisasi baru dalam kaitannya dalam usaha pembangunan ekonomi Negara Dunia Ketiga. Jika dalam teori modernisasi klasik nilai-nilai tradisional dianggap sebagai factor kegagalam pembangunan, namun dalam teori modernisasi baru justru nilai-nilai tradisional tersebut dapat dijadikan batu loncatan untuk pembangunan.

BAB 3
Metodologi
Metode yang telah digunakan dalam pembuatan peper ini adalah dengan pendekatan kualitatif, yang mana dalam pembuatannya saya melakukan observasi atau pengamatan terhadap subjek dan lingkungan sekitar, kegiatan subjek dan hal-hal lain yang berkaitan dengan subjek.








BAB 4
1.      Deskripsi Kasus
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. [1]
Menurut teori Modernisasi Klasik salah satu factor penghambat pembangunan adalah masih dipertahankannya nilai-nilai tradisional. Teori modernisasi sangat terpengaruh dari Negara Barat, oleh karena itu suatu Negara dikatakan modern jika sudah sama dengan Negara barat. Karena teori modernisasi klasik mengabaikan pencarian dan pengembangan alternative pembangunan Negara Dunia Ketiga, karena harus mengikuti model barat.
Dalam kasus diatas dimana budaya batik telah hilang pesonanya dimakan kemajuan zaman. Orang-orang lebih suka mengenakan pakaian yang lebih elegan, modis, dan tidak kampungan. Pada jika ditelusuri lebih jauh kedalam batik sangatlah istimewa. Bagaimana tidak, organisasi Internasional sebesar UNESCO telah mengukir nama Batik sebagai warisan budaya  asli Indonesia.
Seperti yang dilansir situs viva news Batik Indonesia secara resmi diakui UNESCO dengan dimasukkan ke dalam Daftar Representatif sebagai Budaya Tak-benda Warisan Manusia (Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity) dalam Sidang ke-4 Komite Antar-Pemerintah (Fourth Session of the Intergovernmental Committee) tentang Warisan Budaya Tak-benda di Abu Dhabi. Depbudpar menyatakan masuknya Batik Indonesia dalam UNESCO Representative List of Intangible Cultural Heritage of Humanity merupakan pengakuan internasional terhadap salah satu mata budaya Indonesia, sehingga diharapkan dapat memotivasi dan mengangkat harkat para pengrajin batik dan mendukung usaha meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Depbudpar menyatakan upaya agar Batik Indonesia diakui UNESCO ini melibatkan para pemangku kepentingan terkait dengan batik, baik pemerintah, maupun para pengrajin, pakar, asosiasi pengusaha dan yayasan/lembaga batik serta masyarakat luas dalam penyusunan dokumen nominasi.
UNESCO mengakui bahwa Batik Indonesia mempunyai teknik dan simbol budaya yang menjadi identitas rakyat Indonesia mulai dari lahir sampai meninggal, bayi digendong dengan kain batik bercorak simbol yang membawa keberuntungan, dan yang meninggal ditutup dengan kain batik.
UNESCO memasukkan Batik Indonesia ke dalam Representative List karena telah memenuhi kriteria, antara lain kaya dengan simbol-simbol dan filosofi kehidupan rakyat Indonesia; memberi kontribusi bagi terpeliharanya warisan budaya takbenda pada saat ini dan di masa mendatang.
Dengan demikian batik pun dapat dengan mudah mengembangkan usahanya tidak hanya di pasar local, namun sudah mencapai pasar Internasional. Batik sekarang tidak lagi dimiliki oleh  sekelompok masyarakat tertentu, namun batik sudah bisa diakses setiap orang di dunia. Dengan modal budaya yang di patenkan ini, kini kesejahterahan masyarakat pun jauh lebih baik. Hal ini tentunya berbanding terbalik dengan pandangan teori modernisasi klasik yang menyatakan nilai tradisional lah yang menghambat pembangunan. Namun batik ini seakan menjawab pandangan teori modernisasi klasik, bahwa nilai budayalah yang berperan pentinga dalam pembangunan Nasional.
Senada dengan Dove tentang budaya tradisional dianggap sebagai factor yang bertanggung jawab terhadap kegagalan modernisasi. Menurut Dove anggapan itu adalah pandangan yang keliru. Dove dengan tidak ragu-ragu menyatakan bahwa tradisional tidak harus berarti terbelakang. Baginya budaya tradisional dan selalu terkait dengan proses perubahan ekonomi, sosial, dan politik dari masyarakat  pada tempat mana budaya tradisional tersebut melekat. Budaya tradisional selalu mengalami perubahan yang dinamis, oleh karena itu budaya tradisional tidak mengganggu proses tradisional.






[1] a b c Human Communication: Konteks-konteks Komunikasi

Kamis, 05 Mei 2011

Usaha Kecil Dan Menengah (UKM)


1.    Pengertian UKM
Beberapa lembaga atau instansi bahkan UU memberikan definisi Usaha Kecil Menengah (UKM), diantaranya adalah Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM), Badan Pusat Statistik (BPS), Keputusan Menteri Keuangan No 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994, dan UU No. 20 Tahun 2008. Definisi UKM yang disampaikan berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Menurut Kementrian Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM), bahwa yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK), termasuk Usaha Mikro (UMI), adalah entitas usaha yang mempunyai memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000. Sementara itu, Usaha Menengah (UM) merupakan entitas usaha milik warga negara Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000 s.d. Rp 10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan.
Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UKM berdasarkan kunatitas tenaga kerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 s.d 19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitias usaha yang memiliki tenaga kerja 20 s.d. 99 orang.
1. Usaha Mikro
Pengertian usaha mikro
Usaha Mikro sebagaimana dimaksud menurut Keputusan Menteri Keuangan No.40/KMK.06/2003 tanggal 29 Januari 2003, yaitu usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia dan memiliki hasil penjualan paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per tahun. Usaha Mikro dapat mengajukan kredit kepada bank paling banyak Rp.50.000.000,-.
Ciri-ciri usaha mikro
·      Jenis barang/komoditi usahanya tidak selalu tetap, sewaktu-waktu dapat berganti
·      Tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu-waktu dapat pindah tempat
·      Belum melakukan administrasi keuangan yang sederhana sekalipun, dan tidak memisahkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha
·      Sumber daya manusianya (pengusahanya) belum memiliki jiwa wirausaha yang memadai
·      Tingkat pendidikan rata-rata relatif sangat rendah
·      Umumnya belum akses kepada perbankan, namun sebagian dari mereka sudah akses ke lembaga keuangan non bank
·      Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP.

Contoh usaha mikro
·      Usaha tani pemilik dan penggarap perorangan, peternak, nelayan dan pembudidaya
·      Industri makanan dan minuman, industri meubelair pengolahan kayu dan rotan,industri pandai besi pembuat alat-alat
·      Usaha perdagangan seperti kaki lima serta pedagang di pasar dll
·      Peternakan ayam, itik dan perikanan
·      Usaha jasa-jasa seperti perbengkelan, salon kecantikan, ojek dan penjahit (konveksi).
Dilihat dari kepentingan perbankan, usaha mikro adalah suatu segmen pasar yang cukup potensial untuk dilayani dalam upaya meningkatkan fungsi intermediasi-nya karena usaha mikro mempunyai karakteristik positif dan unik yang tidak selalu dimiliki oleh usaha non mikro, antara lain :
·      Perputaran usaha (turn over) cukup tinggi, kemampuannya menyerap dana yangmahal dan dalam situasi krisis ekonomi kegiatan usaha masih tetap berjalan bahkanterus berkembang
·      Tidak sensitive terhadap suku bunga
·      Tetap berkembang walau dalam situasi krisis ekonomi dan moneter
·      Pada umumnya berkarakter jujur, ulet, lugu dan dapat menerima bimbingan asal dilakukan dengan pendekatan yang tepat.
Namun demikian, disadari sepenuhnya bahwa masih banyak usaha mikro yang sulit memperoleh layanan kredit perbankan karena berbagai kendala baik pada sisi usaha mikro maupun pada sisi perbankan sendiri.
2. Usaha Kecil
Pengertian usaha kecil
Usaha Kecil sebagaimana dimaksud Undang-undang No.9 Tahun 1995 adalah usaha produktif yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) per tahun serta dapat menerima kredit dari bank maksimal di atas Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
Ciri-ciri usaha kecil

·      Jenis barang/komoditi yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang berubah;
·  Lokasi/tempat usaha umumnya sudah menetap tidak berpindah-pindah;
·      Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau masih sederhana, keuangan perusahaan sudah mulai dipisahkan dengan keuangan keluarga, sudah membuat neraca usaha;
·      Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP;
·      Sumberdaya manusia (pengusaha) memiliki pengalaman dalam berwira usaha;
·      Sebagian sudah akses ke perbankan dalam hal keperluan modal; Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik seperti business planning.
Contoh usaha kecil

Usaha tani sebagai pemilik tanah perorangan yang memiliki tenaga kerja; Pedagang dipasar grosir (agen) dan pedagang pengumpul lainnya; Pengrajin industri makanan dan minuman, industri meubelair, kayu dan rotan, industri alat-alat rumah tangga, industri pakaian jadi dan industri kerajinan tangan; Peternakan ayam, itik dan perikanan;

Koperasi berskala kecil.
3. Usaha Menengah

Pengertian usaha menengah
Usaha Menengah sebagaimana dimaksud Inpres No.10 tahun 1998 adalah usaha bersifat produktif yang memenuhi kriteria kekayaan usaha bersih lebih besar dari Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak sebesar Rp10.000.000.000,00, (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempatusaha serta dapat menerima kredit dari bank sebesar Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) s/d Rp.5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
Ciri-ciri usaha menengah;
Pada umumnya telah memiliki manajemen dan organisasi yang lebih baik, lebih teratur bahkan lebih modern, dengan pembagian tugas yang jelas antara lain, bagian keuangan, bagian pemasaran dan bagian produksi;
Telah melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan sistem akuntansi dengan teratur, sehingga memudahkan untuk auditing dan penilaian atau pemeriksaan termasuk oleh perbankan;
Telah melakukan aturan atau pengelolaan dan organisasi perburuhan, telah ada Jamsostek, pemeliharaan kesehatan dll; Sudah memiliki segala persyaratan legalitas antara lain izin tetangga, izin usaha, izin tempat, NPWP, upaya pengelolaan lingkungan dll; Sudah akses kepada sumber-sumber pendanaan perbankan;

Pada umumnya telah memiliki sumber daya manusia yang terlatih dan terdidik.
Contoh usaha menengah
Jenis atau macam usaha menengah hampir menggarap komoditi dari hampir seluruh sektor mungkin hampir secara merata, yaitu:

·      Usaha pertanian, perternakan, perkebunan, kehutanan skala menengah;

·      Usaha perdagangan (grosir) termasuk expor dan impor;

·      Usaha jasa EMKL (Ekspedisi Muatan KapalL aut), garment dan jasa transportasi taxi dan bus antar proponsi;

·      Usaha industri makanan dan minuman, elektronik dan logam;

·      Usaha pertambangan batu gunung untuk kontruksi dan marmer buatan.

Usaha Kecil dan Menengah disingkat UKM adalah sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Dan usaha yang berdiri sendiri. Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah: ³Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.´
Kriteria usaha kecil menurut UU No. 9 tahun 1995 adalah sebagai berikut:
1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha
2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (Satu Milyar Rupiah)
3. Milik Warga Negara Indonesia
4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang tidak dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar
5. Berbentuk usaha orang perseorangan , badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.

2.      Peranan UKM dalam Perekonomian
 Sejarah perekonomian telah ditinjau kembali untuk mengkaji ulang peranan usaha skala kecil – menengah (UKM). Beberapa kesimpulan, setidak-tidaknya hipotesis telah ditarik mengenai hal ini. Pertama, pertumbuhan ekonomi yang sangat  cepat sebagaimana terjadi di Jepang, telah dikaitkan dengan besaran sektor usaha kecil. Kedua, dalam  penciptaan lapangan kerja di Amerika Serikat sejak  perang dunia II, sumbangan UKM ternyata tak bisa diabaikan.
 Negara-negara berkembang yang mulai mengubah orientasinya ketika melihat pengalaman di negara-negara industri maju tentang peranan dan sumbangan UKM dalam pertumbuhan ekonomi. Ada perbedaan titik tolak antara perhatian terhadap UKM di negara-negara sedang berkembang (NSB) dengan di negara-negara industri maju. Di NSB, UKM berada dalam posisi terdesak dan tersaingi oleh usaha skala besar. UKM sendiri memiliki berbagai ciri kelemahan, namun begitu  karena UKM menyangkut kepentingan rakyat/masyarakat banyak, maka pemerintah terdorong untuk mengembangkan dan melindungi UKM. Sedangkan di negara-negara maju UKM mendapatkan perhatian karena memiliki faktor-faktor positif yang selanjutnya oleh para cendekiawan (sarjana –sarjana) diperkenalkan dan diterapkan ke NSB.
  Beberapa keunggulan UKM terhadap usaha besar antara lain adalah :
·                     Inovasi dalam teknologi yang telah dengan mudah terjadi dalam pengembangan produk.
·                     Hubungan kemanusiaan yang akrab didalam perusahaan kecil.
·                     Kemampuan menciptakan kesempatan kerja cukup banyak atau penyerapannya terhadap tenaga kerja.
·                     Fleksibilitas dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap kondisi pasar yang berubah dengan cepat dibanding dengan perusahaan skala besar yang pada umumnya birokratis.
·                     Terdapatnya dinamisme managerial dan peranan kewirausahaan.

3.      Peranan UKM di Indonesia
 Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia UKM selalu digambarkan sebagai sektor yang mempunyai peranan yang penting, karena sebagian besar jumlah penduduknya berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik disektor  tradisional maupun modern. Peranan usaha kecil tersebut menjadi bagian yang diutamakan  dalam setiap perencanaan tahapan pembangunan yang dikelola oleh dua  departemen.
1. Departemen Perindustrian dan Perdagangan;
2. Departemen Koperasi dan UKM,
Namun demikian usaha pengembangan yang telah dilaksanakan masih belum  memuaskan hasilnya, karena pada kenyataannya kemajuan  UKM sangat kecil dibandingkan  dengan kemajuan yang sudah dicapai usaha  besar. Pelaksanaan kebijaksanaan UKM oleh pemerintah selama Orde Baru, sedikit  saja yang dilaksanakan, lebih banyak hanya merupakan semboyan saja, sehingga hasilnya sangat tidak memuaskan. Pemerintah lebih berpihak pada  pengusaha besar hampir  disemua sektor, antara lain : perdagangan, perbankan, kehutanan, pertanian dan industri.
 Dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat, karena semakin terbukanya pasar didalam negeri, merupakan ancaman bagi UKM dengan semakin banyaknya barang dan jasa yang masuk dari luar dampak globalisasi. Oleh karena itu pembinaan dan pengembangan UKM saat ini dirasakan semakin mendesak dan sangat strategis  untuk mengangkat perekonomian rakyat, maka kemandirian UKM dapat tercapai dimasa mendatang. Dengan berkembangnya perekonomian rakyat diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, membuka kesempatan kerja, dan memakmurkan masyarakat secara keseluruhan.  Kegiatan UKM meliputi berbagai kegiatan ekonomi, namun sebagian besar berbentuk usaha kecil yang bergerak disektor pertanian. Pada tahun 1996 data Biro Pusat Statistik menunjukkan jumlah UKM = 38,9 juta, dimana sektor pertanian berjumlah 22,5 juta (57,9%), sektor industri pengolahan = 2,7 juga (6,9 %), sektor perdagangan, rumah makan dan hotel = 9,5 juta  (24%) dan sisanya bergerak dibidang lain. Dari segi nilai ekspor nasional (BPS, 1998). Nilai  ini jauh tertinggal  bila dibandingkan  ekspor  usaha kecil negara-negara lain, seperti Taiwan (65 %), Cina 50 %), Vietnam (20 %), Hongkong (17 %), dan Singapura (17 %). Oleh karena itu, perlu dibuat kebijakan yang tepat untuk mendukung UKM seperti antara lain: perijinan, teknologi, struktur, manajemen, pelatihan dan pembiayaan.