Selasa, 26 April 2011

Pemberdayaan Masyarakat Di Lahan Gambut


Review Buku     : Pemberdayaan Masyarakat Di Lahan Gambut Bab 1 - Bab 4
Penyusun            : Sri Najiyati
Agus Asmana
I Nyoman N. Suryadiputra

BAB 1
Peran Ekosistem Lahan Gambut dan Permasalahannya
Masyarakat dilahan yang gambut mamiliki ekonomi yang rapuh. Namu ekosistem tersebut memiliki peran penting bagi lingkungan, terutama dalam mengendalkan perubahan iklim dunia. Oleh karenanya diperlukan konsep dan metode pemberdayaan bagi masyarakat di lokasi tersebut yang berorientasi pada upaya konservasi lahan gambut. Kita bahas sedikit tentang Lahan Gambut.
A.      Ekosistem Yang Unik
Lahan gambut merupakan suatu ekosistem lahan basah yang dibentuk oleh adanya penibunan/akumulasi bahan organic di lantai hutan yang berasal dari reruntuhan vegetasi di atasnya dalam kurun waktu yang lama. Gambut adalah tanah yang memiliki kandungan bahan organic lebih dari 65% (berat kering) dan ketebalan gambut lebih dari 0.5 m (Driessen, 1978)
Gambut adalah bahan yang tersusun dari bahan organic dengan ketebalan lebih dari 40 sampai 60 cm, tergantung dari berat jenis (BD) dan tingkat dekomposisi bahan organiknya (Soil Texsomony). Sifat unik gambut dapat dilihat dari sifat kimia dan fisiknya. Sifat kimia gambut lebih tertuju pada kondisi kesuburanya yang bervariasi, tetapi secara umum ia memiliki kesuburan yang rendah. Hal ini ditandai dengan tanah yang masam (Ph rendah), ketersediannya berupa unsure hara makro (K, Ca, Mg, P) dan mikro (Cu, Zn, Mn, dan Bo) rendah, mengandung asam-asam organic beracun, serta memiliki Kapasitan Tukar Kation (KTK) yang tinggi tetapi Kejenungan Basa (KB) rendah.
B.      Ekosistem Yang Multifungsi
  1. Pengatur Hidrologi
Gambut memiliki porositas yang tinggi sehingga memiliki daya menyerap air yang sangat besar. Apabila jenuh, gambut saprik dan fibrik dapat menampung air berturut-turut sebesar 450%, 450%-850% dan lebih dari 850% dari bobot keringnya. Fungsi gambut sebagai pengatur hidrologi dapat tergangu apabila menalami kondisi drainase yang berlebihan karena material ini memiliki sifat kering tak balik, porositas yang tinggi, dan daya hantar vertika yang rendah
  1. Sarana Konservasi Keanekaragaman Hayati.
Gambut hanya terdapat di sebagian keci permukaan bumi. Jumlahnya sangat terbatas dan sifatnya yang unik dijadikan habitat unik bagi kehidupan flora dan fauna. Beberapa macan flora ternyata hanya bisa hidup di lahan gambut. Jadi apabila lahan gambut tersebut rusak maka dunia akan kehilangan berbagai jenis flora karena tidak mampu tumbuh di habitat lainnya. Di habitat ini pun terdapat satwa langka yang hidup seperti buaya sinyulong, harimau Sumatra, beruang madu, tapir, mentok rimba, dan bangau tongtong.
  1. Penjaga Iklim Global
Gambut memiliki unsur karbon (C) yang sangat besar. Menurut perhitungan Matby dan Imirizi (1993) dalam Daniel Murdiyarso dan Suryadiputra (2004). Kandungan karbon dalam lahan gambut didunia sebesar 329-525 Gt atau 35% dari total C dunia. Dengan demikian gambut memiliki peran penting dalam menjaga iklim dunia. Apabila gambut ini mengalami kerusakan, materi ini akan mengeluarkan C02, N02 dan CH4 ke udara dan bersiap akan adanya perubahan iklim dunia.
  1. Sarana Budidaya
Pemanfaatan lahan gambut sebagai sarana budidaya tanaman, peternakan dan perikanan sudah sejak lama dikenal oleh petani. Di Indonesia, budidaya pertanian dilahan gambut secara tradisional sudah dimulai sejak ratusan tahun lalu oleh Suku Dayak, Bugis, Banjar dan Melayu dalam skala kecil.
BAB 2
Mengenal Budaya Masyarakat di Lahan Gambut
1.       Suku Dayak
Berdasarkan asal-usul dan kedangannya di Kalimantan, Suku dayak dapat dikelompokan menjadi 4 kelompok besar dan 2 kelompok kecil (Maunati, 2004). Suku tersebut adalah Punan, Murut, Iban, dan Kahayan. Meskipun terdiri dari sub-subsuku yang bervariasi, secara umum Suku Dayak, khususnya yang tinggal di pedalaman memiliki unsure budaya yang hamper sama. Homogenitas cultural dalam hal mata pencaharian dengan system perladangan, prinsip keturunan, upacara kematian dan agama asli berupa pemujaan kepada roh leluhu yang kemudian dikenal dengan nama “Agama Kahiringan”. Umumnya Suku Daya bermata pencaharian peladang, berburu, mencari ikan, kayu, dammar, rotan di hutan. Berladang di kerjakan secara berpindah tempat dan berkelompok. Setiap kelompok terdiri dari 12-20 orang.
Karakteristik budaya Dayak, terutama yang berada di pedalaman, ditandai oleh ikatan komunal yang kuat. Ikatan tersebut didasarkan pada keluarga dan keterikatan pada tanah leluhur. Bagi masyarakat Dayak, tanah tidak hanya dipandang sebagai tempat tinggal, melainkan juga sebagai kawasan yang memberikan kehidupan.
2.       Suku Banjar
Suku Banjar pada awalnya merupakanpercampuran antara suku Melayu, Maayan, Lawangan dan Suku Bukit. Orang Banjar memiliki mpbilitas yang cukup tinggi. Mereka tersebar hamper diseluruh Pulau Kalimantan dan ada pula yang tersebar di luar Kalimantan. Orang Banjra pada umumnya bekerja disektor perdagangan, jasa, dan petani. Sebagai petani, orang Banjar dapat dikatakan sebagai perintis budi daya di lahan rawa dengan membuat saluran-saluran yang disebut handil atau handel.
Pola perkampungan orang Banjar membentuk kelompok yang menghadap ke sungai. Rumah berbentuk panggung dan sebagian berada di atas sungai (rumah terapung). Dibeberapoa tempat rumah terapung juga di gunakan untuk memelihara itik.

BAB 3
Pentingnya Pemberdayaan Masyarakat Dilahan Gambut
Pemberdayaan masyarakat dilahan gambut sangat penting artinya dalam menunjang keberhasilan konservasi lahan gambut. Setidaknya ada tiga pertimbangan yang dapat dikemukakan. Pertama, perberdayaan masyarakat gambut merupakan salah satu bentuk tanggung jawab dan kontribusi masyarakat dunia terhadap pelestarian ekosistem lahan gambut. Kedua, karena kemiskinan dan ketidak berdayaan yang dialami oleh sebagian besar masyarakat dilahan gambut, seringkali menjadi sebab ketidak pedulian mereka terhadap kualitas lingkungan. Ketiga, upaya penyadaran dan penumbuhan motivasi untuk berpartisipasi dalam pelestarian lahan terbukti sulit dilakukan apabila kebutuhan dasar masyarakat masih belum terpenuhi.
A.      Tanggung Jawab Masyarakat Dunia
Lahan gambut memiliki fungsi social dan ekonomi yang tak mungkin dapat dielakan. Didalam kawasan lahan ini, terdapat masyarakat

BAB 4
Konsep Perberdayaan Masyarakat
A.     Pengertian dan Tujuan Pemberdayaan Masyarakat
Konsep pemberdayaan dikembangkan pertama kali pada tahun 1970-an yang bergulir dan mengalami berbagai penyesuaian. Konsep ini bersala di masyarakat Barat yang lahir karena adanya ketimpangan kekuasaan, dimana sebagian manusia sangat berkuasa.
Perberdayaan merupakan salah satu pendekatan untuk mengatasi persoalan kemiskinan, ketidakberdayaan, dan kerentanan masyarakat lemah. Pemberdayaan juga dapat diartikan sebagai umpaya mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, dan memperkuat posisi tawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekanan disegala bidang dan sector pengalihan pengambilan keputusan kepada masyarakat agar mereka terbiasa dan mampu bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang dipilihnya.
Dalam konteks pemberdayaan masyarakat dilahan pertanian, tujuan pemberdayan tidak semata-mata peningkatan kesejaterahan rakyak. Ide dasar memberdayakan masyarakat gambut adalah terciptanya keseimbangan lingkungan antara keberdayaan masyarakat dan pelestarian lingkungan. Pelestarian lingkungan dalam hal ini tidak semata-mata untuk mementingkan kepentingan masyarakat secara umum tetapi juga dimaksudkan bagi kelangsungan hidup dan kehidupan masyarakat dikawasan lahan gambut.
Oleh sebab itu, pemberdayaan masyarakat dilahan gambut ditujukan untuk membagun kesadaran, motivasi, kompetisi dan kemandirian masyarakat dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup dan pelestarian lingkungan.

B.      Prinsip-Prinsip Pemberdayaan
Terdapat empat prinsip yang sering digunakan untuk suksesnya program pemberdayaan.
1.      Kesetaraan
Prinsip utama yang harus dipegang dalam proses pemberdayaan masyarakat adalah adanya kesetaraan atau kesejajaran antara masyarakat dan lembaga yang melakukan program-program pemberdayaan masyarakat antara laki-laki dan perempuan. Tidak ada dominasi diantara pihak tersebut. Dinamika yang dibangun adalah hubungan keseteraan dengan mengembangkan mekanisme berbagi pengetahuan, pengalaman serta keahlian satu sama lain.
Kesalahan yang sering terjadi dalam proses pemberdayaan adalah pendamping atau pelaksana kegiatan memposisikan dirinya sebagai guru yang serba tahu. Disisi lain masyarakat diposisikan sebagai murid yang harus diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan dengan cara mendengarkan yang disampaikan dan melaksanakan  apa yang diperintahkan. Dalam banyak hal masyarakat justru yang memiliki kemampuan yang cukup banyak tentang daerahnya, karena merekalah yang selama ini hidup, mengenali dan merasakan permasalahan yang terjadi didesanya. Hal ini biasa disebut “kearifan local” (indigenous wisdom).
Kesalahan lain  yang juga sering terjadi adalah anggapan bahwa pemberdayaan cukup dilakukan oleh lelali saja karena merekalah kepala rumah tangga yang menentukan kebijakan, pengambilan keputusan, dan penanggung jawab keluarga. Sedangkan perempuan selaku ibu rumah tangga hanya dipegang sebagai figure yang menurut pada kata kepala rumah tangga.
2.      Partisipatis
Dalam praktek, pemerintah dan praktisi pemberdayaan masyarakat belum bersedia sepenuhnya memberikan kesempatan dan kebebasan kepada masyarakat untuk memilih dan merumuskan kebutuhanya (Ndraha, 1990). Mereka terjebak pada keinginan untuk sesegeram mungkin melihat hasil pemberdayaan secara fisik. Sementara itu, masyarakat dibebani target untuk mencapai kemajuan yang sangat cepat tampa memperhitungkan kemampuanya. Tenaga pendamping yang melakukan kegiatan peberdayaan melihatnya sebagai tugas kelembagaan yang penuh dengan nuansa control yang ketat.
Dengan pendekatan semacam itu, perbaikan kondisi dan peningkatan taraf hidup masyarakat seolah-olah dilakukan secara efisien, namun sesungguhnya kemandirian masyarakat tidak tumbuh secara sehat. Itulah sebabnya sering ditemukan proyek-proyek yang dibiayai pemerintah kurang terpelihara dan kurang dimanfaatkan secara optimal. Sebaliknya, proyek-proyek yang swadaya murni yang direncanakan , dibiayai dan dilaksanakan pleh masyarakat jarang terbengkalai.
3.      Keswadayaan
Banyak program pengembangan masyarakat yang memanifestasikan strategi membagi-bagi bantuan secara Cuma-Cuma dari pada penumbuhan kemampuan masyarakat untuk mandiri dalam upaya membangun dirinya sendiri.
Prinsip keswadayaan adalah menghargai dan mengedepankan kemampuan masyarakat daripada bantuan pihak lain. Konsep ini tidak memandang orang miskin sebagai objek yang tidak berkemampuan, melainkan sebagai subjek yang memiliki kemampuan serba sedikit.
4.      Berkelanjutan
Program pemberdayaan perlu dirancang untuk keberlanjutan, sekalipun pada awalnya peran pendamping lebih dominan disbanding masyarakat sendiri. Tetapi secara perlahan dan pasti, peran pendamping akan segera berkurang, bahkan akhirnya dihapus, karena masyarakat telah mampu mengelola kegiatannya sendiri.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar