Sabtu, 16 April 2011

Aliran Antropologi Budaya.


1.       Aliran Evoluisme

Evoluisme berarti perkembangan. Pikiran evolusi itu telah ada dalam perkembangan pertama abad ke 19, tetapi baru dikemukakannya dalam bentuknya yang paling jelas oleh Chales Darwin (1809-1882). Dalam bukunya “Essay on the Principle of Population” (1798) Robert Maltus telah menguraikan pandangannya yang suram tentang jalan sejarah : pertama bahwa manusia lebih cepat dari pada pertambahan bahan makanan yang dapat dipergunakannya. Oleh karena itu akan muncul bahaya kelaparan, yang menyebabkan perjuangan sengit untuk hidup.
Tahun 1871 dalam buku Darwin  Descent of Man (Silsilah Manusia) menjelaskan pada manusiapun bahwa yang tetap hidup itu ialah mereka yang paling serasi. Tetapi manusia itu tidak dianggapnya sebagai seorang individu, sebagai orang  perseorangan. Darwin melihatnya dalam hubungan kelompok-kelompok, jadi berlawan dengan pandangan Rousseau misalnya. Perjuangan untuk hidup jangan hendaknya dipandang dalam arti bahwa sesuatu bangsa atau suku bangsa akan dapat bertahan hidup, bila bangsa itu mempergunakan kekerasan.

a.      Perkembangan Perkawinan dan Pembentukan Keluarga

Skema Teori
Promoskuitas >> Matriarchate >> Patriarchate >> Susunan Parental

Menurut Bechofen bahwa di seluruh dunia ini, evolusi keluarga berkembang melalui empat tahapan ( Koentjaraningrat, 1980:38-39 ) yaitu sebagai berikut :
1. Tahapan Promiskuitas : di mana manusia hidup serupa seperti sekawan binatang yang hidup berkelompok, laki-laki dan wanita berhubungan bebas sehingga melahirkan keturuna tanpa ada ikatan. Pada tahapan ini, laki-laki dan perempuan bebas melakukan hubungan perkawinan dengan yang lain tanpa ada ikatan kelurga dan menghasilkan keturunan tanpa ada terjadi ikatan keluarga seperti sekarang ini.
2. Lambat laun manusia semakin sadar akan hubungan ibu dan anak, tetapi anak belum mengenal ayahnya melaikan hanya masih mengenal ibunya. Dalam keluarga inti (ibu dan anaka) ibulah yang menjadi kepala keluarga dan yang mewarisi garis keturunan. Pada tahapan ini disebut tahapan matriarchate. Pada tahapan ini perkawinan ibu dan anak dihindari sehingga muncullah adat exogami
3. Sistem Patriarchate : dimana ayahlah yang menjadi kepala keluarga serta ayah yang mewarisi garis keturunan. Perubahan dari matriarchate ke tingkat patriarcahte terjadi karena laki-laki merasa tidak puas dengan situasi keadaan sosial yang menjadikan wanita sebagai kepala keluarga. Sehingga para pria mengambil calon istrinya dari kelompok-kelompok yang lain dan dibawanya ke kelompoknya sendiri serta menetap di sana. Sehingga keturunannyapun tetap menetap bersama mereka.
4.  Pada tahapan yang terakhir, patriarchate lambat laun hilang dan berobah menjadi susunan kekerabatan yang disebut Bachofen susunan parental. Pada tingkat terakhir ini perkawinan tidak selalu dari luar kelopok (exogami) tetapi juga dari dalam kelompok yang sama (endogami). Hal ini menjadikan anak-anak bebas mengenal dan berhubungan langsung dengan kelurga ibu maupun ayah.

Perhubungan bebas pada wanita di Yunani Purba, dalam buku Das Muuterrecht (J. Bachofen) digambarkan dalam tingkat yang tertua. Bechhofen menguntip karangan Herodotus, yang mengatakan bahwa di Lycia anak-anak dinamakan menurut garis keturunan ibunya. Tingkat yang berikutnya ialah matriachat (pemerintahan ibu) dan patriachat (pemerintahan ayah)

Wakil-wakil evolusi yang terpenting dalam ethnologi ialah Lewis H. Morgan. Menurut sarjana ini perkembangan-perkembangan kebudayaan umat manusia dahulunya uniform, gradual dan progressif semuanya. Menurut dia masyarakat itu berkembang menurut empat tingkatan yang tertentu :

1.      Keliaran :
a.       tingkat keliaran yang terendah : dari masa kanak-kanak umat manusia sampai tingkat yang berikutnya. dalam masa ini orang hanya makan buah-buahan yang baru dipetik.
b.      tingkat keliaran menengah : dalam masa itu orang  berhasil menangkap ikan dan telah mengenal api.
c.       tingkat keliaran yang tinggi : orang telah menemukan anak-anak panah serta busurnya dan sebagainya.

2.      Kebiadaban
a.       tingkat kebiadaban yang terendah :sejak orang pandai membuat barang tembikar dan sebagainya.
b.      tingkat kebiadaban menengah : orang telah belajar menjinakan binatang, bertani menggunakan perairan, membangun rumah menggunakan batu bata.
c.       tingkat kebiadaban tertinggi : orang telah belajar menempa besi dan sebagainya.

3.      Peradaban : orang telah pandai menulis. Masa ini berlangsung sejak penemuan kepandaian itu sampai sekarang.

b.      Perkembangan Animisme (Evolusi Religi)
Skema Teori

Jiwa >> Mahluk Halus (Roh) >> Dewa-Dewa ( animism) >> Satu Tuhan
E.B.Tylor berpendapat, asal mula religi adalah adanya kesadaran manusia akan adanya jiwa. Kesadaran ini disebabkan oleh dua hal: ( Koentjaraningrat 1980:48)
1. Adanya perbedaan yang tampak pada manusia antara hal-hal yang hidup dan hal-hal yang mati. Manusai sadar bahwa ketika manusai hidup ada sesuatu yang menggerakkan dan kekuatan yang menggerakkan manusia itu disebut dengan jiwa.
2. Peristiwa mimpi, di mana manusia melihat dirinya di tempat lain ( bukan di tempat ia sedang tidur ). Hal ini menyebabkan manusia membedakan antara tubuh  jasmaninya yang berada di tempat tidur dengan rohaninya di tempat-tempat lain yang disebut jiwa.
Selanjutnya Tylor mengatakan bahwa jiwa yang lepas ke alam disebutnya denga roh atau mahluk halus. Inilah menyebabkan manusia berkeyakinan kepada roh-roh yang menempati alam. Sehingga manusia memberikan penghormatan berupa upacara doa, sesajian dll. Inilah disebut Tylor sebagai anamism.
Pada tingkat selanjutnya manusia yakin terhadap gejala gerak alam disebabkan oleh mahluk-mahluk halus yang menempati alam tersebut. Kemudian jiwa alam tersebut dipersonifikasikan sebagai dewa-dewa alam. Pada tingkat selanjutnya manusia yakin bahwa dewa-dewa tersebut memiliki dewa tertinggi atau raja dewa. Hingga akhirnya manusia berkeyakinan pada satu Tuhan.

Teori Mengenai Ilmu Gaib dan Religi

Sir James George Frezer (1854-1941) adalah seorang ahli foklor  Scotlandia yang banyak menggunakan bahan etnografi dalam karyanya. Ada dua karya Frezer yang terkenal yaitu Totemism and Exogamy (1910).
Skema Teori
Akal >> Magic >> Religi
Pada mulanya manusia hanya menggunakan akalnya untuk memecahkan masalah. Namun lambat laun sistem pengetahuan manusai semakin terbatas untuk memecahkan masalah bahkan tidak sanggup lagi memecahkan masalah. Sehingga manusia memecahkannya dengan magic, ilmu gaib. Magic adalah semua tindakan manusia untuk mencapai sesuatu dengan menggunakan kekuatan-kekuatan alam dan luar lainnya. (Koentjaraningrat 1980:54)

Namun dalam perkembangan selanjutnya kekuatan magic tersebut tidak selamnya berhasil. Maka manusia mulai sadar bahwa di alam ini ada yang menempatinya yaitu mahluk-mahluk halus. Mulailah manusai mencari hubungannya dengan mahluk-mahluk halus tersebut. Dengan itu timbullah religi. Religi adalah segala sistem tingkah laku manusia untuk memproleh sesuatu dengan cara memasrahkan diri kepada penciptanya

2.       Aliran Kognitif
Antropologi kognitif merupakan suatu pendekatan idealis untuk mempelajari kondisi manusia. Bidang antropologi kognitif berfokus pada studi tentang hubungan antara budaya manusia dan pikiran manusia. Berbeda dengan beberapa pendekatan antropologis sebelumnya, budaya tidak dipandang sebagai fenomena material, tetapi organisasi lebih kognitif dari fenomena materi (Tyler 1969:3).
Antropolog kognitif mempelajari bagaimana orang memahami dan mengatur material objek, peristiwa, dan pengalaman yang membentuk dunia mereka sebagai orang yang mereka belajar memahaminya. Ini adalah pendekatan yang menekankan bagaimana orang-orang memahami realitas menurut mereka sendiri kognitif kategori adat, bukan dari para ahli antropologi.. antropologi kognitif berpendapat bahwa peristiwa perintah masing-masing kebudayaan, material kehidupan dan ide-ide, dengan kriteria sendiri. Tujuan mendasar dari antropologi kognitif adalah terpercaya mewakili sistem logis pemikiran orang lain sesuai dengan kriteria, yang dapat ditemukan dan diulang melalui analisis.
Antropolog kognitif menganggap antropologi sebagai ilmu formal. Mereka mempertahankan bahwa kebudayaan adalah terdiri dari aturan logika yang didasarkan pada ide-ide yang dapat diakses dalam pikiran. Antropologi kognitif menekankan aturan perilaku, bukan perilaku itu sendiri. Ini tidak menyatakan bahwa itu bisa memprediksi perilaku manusia, tetapi menggambarkan prilaku apa yang diharapkan secara sosial dan budaya atau yang sesuai dalam situasi tertentu, situasi, dan konteks. Hal ini tidak peduli dengan menggambarkan peristiwa untuk menjelaskan atau menemukan proses-proses perubahan. Selanjutnya, pendekatan ini menyatakan bahwa setiap kebudayaan mencakup sistem organisasi sendiri yang unik untuk memahami hal-hal, kejadian, dan perilaku. Sebagian ulama berpendapat bahwa perlu untuk mengembangkan beberapa teori budaya sebelum berjuang untuk akhirnya dapat menyebabkan teori grand Budaya (Applebaum, 1987:409). Dengan kata lain, peneliti berpendapat bahwa studi harus diarahkan pada pemahaman budaya tertentu dalam membentuk penjelasan teoretis. Setelah ini telah dicapai maka perbandingan lintas budaya valid dan reliabel menjadi mungkin memungkinkan sebuah teori umum dari semua Budaya.
Asumsi dasar aliran ini adalah memandang kebudayaan sebagai kognisi masnusia atau melihat kaitan dengan antara bahasa, kebudayaan dengan kognisi manusia. Kajian antropologi kognitif ialah bagaimana manusia memandang benda, kejadian dan makna dari dunianya sendiri. Goodenough memandang bahwa kebudayaan bukanlah fenomena material (benda, prilaku, emosi), namun lebih menjadi bagaimana cara pengaturan hal-hal tersebut.

Flowchart: Terminator: Antropologi kognitif

Flowchart: Terminator: Bahasa dan bendaFlowchart: Terminator: culture dan personalityFlowchart: Terminator: artinya, kemunculan tiap kebudayaan material dalam kehidupan manusia didahului oleh lahirnya persepsi, naluri, pikiran manusia yang dapat dilihat dari bahasa merekaFlowchart: Terminator: artinya, seluruh kebudayaan material yang dihasilkan manusia pada dasarnya hanyalah akibat dari kemampuan pikiran manusia dalam berkreasiFlowchart: Terminator: Bahasa sebagai bahan mentah kebudayaanFlowchart: Terminator: Bahasa sebagai bahan mentah kebudayaan                                                               


















3.       Aliran Diffusi
Difusi adalah salah satu bentuk penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari satu tempat ke tempat lainnya. Penyebaran ini biasanya dibawa oleh sekelompok manusia yang melakukan migrasi ke suatu tempat. Sehingga kebudayaan mereka turut melebur di daerah yang mereka tuju.
Bentuk Penyebaran kebudayaan juga dapat terjadi dengan berbagai cara. Antara lain:
a. Adanya individu-individu tertentu yang membawa unsur-unsur kebudayaannya ke tempat yang jauh. Misalnya para pelaut dan pendeta. Mereka pergi hingga jauh ke suatu tempat dan mereka mendifusikan budaya-budaya mereka, darimana mereka berasal yang mana hal ini biasanya dilakukan para pendeta.
b. Penyebaran unsur-unsur kebudayaan yang dilakukan oleh individu-idividu dalam suatu kelompok dengan adanya pertemuan antara individu-individu kelompok yang lain. Disinilah terjadi proses difusi budaya dimana mereka saling mempelajari dan saling memahami antara budaya mereka masing-masing.
c. Cara lain adalah adanya bentuk hubungan perdagangan, dimana para pedagang masuk ke suatu wilayah dan unsur-usur budaya pedagang tersebut masuk ke dalam kebudayaan penerima tanpa disengaja.

4.       Aliran Fungsionalisme

Tokoh utama teori ini adalah Malinowski yang  konsepnya mengenai fungsi sosial dari adat, tingkah laku manusia, dan pranata-pranata sosial menjadi mantap yang kemudian ia membedakan fungsi sosial dalam tiga tingkat abstraksi(Koentjaraningrat 1982: 167) yaitu:
1. Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial pada tingkat abstraksi pertama mengenai pengaruh tingkah laku manusia dan pranata sosial dalam masyarakat.
2. Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial pada tingkat abstraksi kedua mengenai pengaruh suatu kebutuhan suatu adat yang sesuai dengan konsep masyarakat yang bersangkutan.
3. Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosila pada tingkat abstraksi ketiga mengenai pengaruh terhadap kebutuhan mutlak untuk berlangsungnya secara terintegrasi dari suatu sistem sosial tertentu.
Konsep Malinowski yang lain yaitu mengenai konsep pengendalian sosial atau hukum. Malinowski menganalisa masalah itu (Koentjaraningrat 1964: 61-63)sebagai berikut :

1.Dalam masyarakat modern, tata tertib masyarakat dijaga oleh suatu sistem pengendalian sosial yang bersifat memaksa (hukum). Untuk melaksanakan hukum tersbut maka hukum tersebut disokong eloh sistem alat-alat kekuasaan ( kepolisaian, pengadilan dll) yang diorganisir oleh suatu negara.
2.Dalam masyarakat primitif alat-alat kekuasaan tersebut kadang-kadang tidak ada.
3. Dengan demikian apakah dalam masyarakat primitif tidak ada hukum?

Dalam kejadian hal diatas tersebut timbul persoalan bagaimana masyarakat primitif bisa menjaga tata tertif di masyarakat tersebut. Mengenai masalah tersebut Malinowski menjelaskan bahwa berbagai sistem tukar menukar yang ada di dalam masyarakat primitif merupakan alat yang mengikat antara satu dengan yang lain. Dalam hal ini Malinowski mengambil contoh dari masyarakat Trobriand. Malinowski juga mengatakan bahwa sistem menyumbang akan menimbulkan kewajiban seseorang untuk membalasnya. Hal ini lah yang mengaftikan kehidupan masyarakat di mana Malinowski menyebutnya prinsip timbal balik atau principle of reciprocity. Malinowski memberikan ilustrasi seperti yang ada di masyarakat trobriand. Di mana di masyarakat trobriand terjadi sistem penukaran barang dan benda. Di mana hal ini lah yang mengaktifkan hubungan antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.
Pemikiran Malinowski tentang kebudayaan. Bronislaw Malinowski mengajukan beberapa unsur pokok kebudayaan yang meliputi:
1.Sistem normatif yaitu sistem norma-norma yang memungkinkan kerjasama antara para anggota masyatakat agar dapat menguasai alam di sekelilingnya
2.Organisasi ekonomi.
3.Mechanism and agencies of education yaitu alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas untuk pendidikan. Misalnya keluarga, keluarga merupakan termasuk lembaga pendidik yang utama selain dari lembaga-lembaga resmi yang ada.
4.Organisasi kekuatan ( the organization of force ). Bronislaw Malinowski sebagai penganut teori fungsional selalu mencari fungsi atau kegunaan setiap unsur kebudayaan untuk keperluan masyarakat.
Menurut Malinowski segala aktivitas dari unsur kebudayaan tersebut bermaksut untuk memenuhi kebutuhan manusia serta untuk memuaskan segala kebutuhan manusia.

2 komentar: