Senin, 28 Maret 2011

ILMU KALAM TAUHID DAN SYIRIK..rdwaprilamsah


BAB I

DASAR ESENSIAL TENTANG TAUHID dan SYIRIK

1. Membuang Jauh-Jauh Kemusyrikan Merupakan Asas Dakwah Para Nabi
            Pokok utama setiap dakwah para nabi dan rasul sepanjang masa ialah menyeru manusia agar menujukkan ibadah hanya kepada allah yang maha esa, seraya menjauhkan diri dari menujmukannya kepada apa yang dan siapa pun selainnya.
Tauhid dalam ibadah, serta pembebasan diri dari belenggu kemusyrikan dan keberhalaan, merupakan yang terpenting diantara risalah-risalah para nabisedemikian pentingnya seolah-olah para nabi dan rasul tidak lah diutus demi satu sasaran saja, yaitu memperkukuh pondasi tiang-tiang pancang tauhid serta pemberantasan kemusyrikan
2. Asal Mula Tumbuhnya Kemusyrikan dan Keberhalaan
            Amat sulit memberikan uraian tentang akar-akar keberhalaan, asal mula penyimpangan akidah ini, serta pertumbuhannya dikalangan manusia. Apalagi mengingat persoalan keberlaan ini bukan hanya terbatas pada satu atau dua bangsa, tidak pula dalam satu dua bentuk, ataupun satu atau dua daerah. Hal ini tentu membuat sulit pengajuan pendapat yang pasti tentangnya atau tentang pertumbuhannya.
            Keberhalaan dikalangan bangsa arab jahiliah misalnya, berbeda dengan keberhalaan di kalangan bangsa india yang di anut oleh agama hindu. Kepercayaan-kepercayaandalam agama-agama dan bangsa-bangsa ini, yang berkaitan dengan kemusyrikan sangat berbeda sedemikian, sehingga sulit menggambarkan kadar yang dimiliki berasama oleh masing-masing dari mereka
3. Membatasi “Tauhid dalam Ibadah” kepada allah,,,
            Maksud dari hal ini adalah menunjukkan ibadah hanya kepada allah, sang pencipta alam semesta. Menghindarkan diri dari beribadah kepada selainnya, mengingat bahwa segala sesuatu selainnya adalah makhluknya semata-mata. Tauhid jenis ini adalah lawan dari Syirik dalam ibadah yaitu perbuatan seseorang yang menunjukkan ibadah kepada makhluk apapun disebabkan alasan-alasan tertentu, kendatipun ia di waktu yang sama mempercayai keesaan tuhan pencipta alam raya ini. Menurut para pengikut aliran wahabi hal ini dinamakan “Tauhid Uluhiyah”, sementara tauhid dzat allah, mereka namakan “Tauhid Rubbubiyah” kedua istilah ini sangatlah keliru, seperti yang kita ketahui tentang arti uluhiyah tidaklah identik dengan ma'budiyah dimana ma'budiyah ini sifat yang menjadikan sesuatu menjadi di sembah atau di tunjukkan kepada nya. Pada hakikatnya, kata “illah” dan “allah” adalah sama, dalam asal kata dan pengertiannya. Hanya saja yang pertama (illah) mengandung makna yang kulliy (luas, universal), sedangkan yang kedua (allah) adalah suatu nama khas yang menunjuk kepada satu diantara berbagai makna kulliy yang terkandung dalam kata illah. Adapun kata rububiyah berarti sifat sebagai pntadbir dan penguasa terhadap alam raya, tidak sama dengan khaliqiyah (sifat sebagai pelaku dan penciptaan), kendatipun “pentadbiran” itu sendiri, menurut dalil-dalil filsafat, tidak terlepas sama sekali dari makna “penciptaan”. Bahkan seharusnya, kita menggunakan tauhid uluhiyah untuk menyatakan tentang “Tauhid Zat Allah”. Juga, bahwa ucapan La ilaha illallah berarti “tidak ada sesuatu pun yang disebut tuhan dalam bentuk apa dan bagaimanapun juga, kecuali allah”
4. Penyebab-penyebab Timbulnya Kemusyrikan dalam Ibadah
            Di bawah ini disebutkan tida diantara penyebab-penyebab timbulnya kemusrikan dalam ibadah:
            A. Kepercayaan akan adanya lebih dari satu pencipta
                 Kaum penyembah berhala dan orang-orang lainnya seperti mereka, yang mempercayai adanya dua atau tiga tuhan (atau lebih), terpaksa oleh kepercayaannya itu untuk memuja (beribadah kepada) lebih dari satu tuhan. Dalam agama budha, tuhan yang azali dan memanifestasikan dirinya dalam tiga tuhan atau tiga bentuk dengan nama-nama sebagai berikut:
  1. Brahma, tuhan pencipta
  2. Wisnu, tuhan pemelihara
  3. Shiwa, tuhan penghancur
            Dalam agama Nasrani dikenal tiga nama:
  1. Bapa
  2. Putra
  3. Roh kudus
            Dalam agama Zoroaster, disamping Ahura Mazda, masih ada lagi dua tuhan, yaitu:
  1. Yazdan
  2. Ahrman
(meskipun perlu dicatat bahwa kepercayaan menganut Zoroaster tentang dua tahun yang disebut terakhir diliputi oleh kesamaran).
            Bagaimanapun juga kepercayaan akan adanya lebih dari satu zat ilahi merupakan salah satu penyebab timbulnya penyembahan terhadap selain Allah serta “syirik dalam ibadah”.
            B. Anggapan tentang jauhnya al-Khaliq dari Makhluk-nya
                 Penyebab kedua adanya ibadah kepada selain Allah ialah anggapan tentang jauhnya allah dari makhluknya, dalam arti bahwa allah tidak mendengar ucapan mereka, dan tidak sampai kepadanya segala doa dan permohonan mereka. Karena itu, mereka memilih berbagai wasilah (perantara) yang diperkirakan dapat mewakili dalam menyampaikan doa-doa mereka.
                 Al-Quran al-karim membatalkan pengertian-pengertian dan pemikiran-pemikiran seperti ini dengan berbagai penjelasan yang menyatakan bahwa allah lebih dekat daripada segala yang dekat, mendengar segala rahasia bisikan dan ucapan mereka dan bahwa pengetahuannya meliputi percakapan mereka, yang terucapkan ataupun tetap tersimpan dalam hati
            C. Pelimpahan wewenang pentadbiran kepada tuhan-tuhan kecil
                 Dalam hati kecilnya, manuisa merasakan khudhu' (ketundukan) tertentu kepada suatu kekuatan tertinggi, supaya menganggapdirinya kecil sekali dihadapan kekuatan seperti itu. Perasaan fitri seperti ini, meskipun tidak terungkap dengan lisan dan anggota tubuh lainnya, selalu bersamaan jauh dalam hati sanubarinya dalam bentuk perasaan khudu dari kepasrahan. Akan tetapi, mengingat bahwa mereka tidak mampu menyaksikan tuhan-tuhan yang mereka ciptakan dalam benak mereka, mereka pun memperkirakan baginya bentuk-bentuk khayali, lalu memahat patung-patung yang mereka buat itu sesuai bentuk-bentuk yang mereka visualisasikan. Kemudia mereka sembah patung-patung yang mereka buat itu sebagai ganti kekuatan-kekuatan ghaib yang di gambarkan oleh patung-patung tersebut.
            Sampai disini telah kami jelaskan tiga penyebab penyekutuan allah dalam ibadah. Namun penyebab-penyebab yang dikecam oleh al-quran al-karim merupakan dasar tumbuhnya kemusrikan serta penyebarannya di seluruh dunia.
5. Pembagian Tauhid Uluhiyah dan Rububiyah
            Para penulis dari karangan wahabi selalu menyatakan adanya dua jenis tauhid, yang pertama mereka menamakan “Tauhid Rububiyah” dan kedua “Tauhid Uluhiyah”. Mereka juga menyatakan bahwa “Tauhid Rububiyah”, yaitu mempercayai keesaan al-khalik (sang pencipta) saja, tidak cukup meliputi tauhid yang dibawa oleh para nabi pada umumnya dan rasul terbesar Muhammad SAW pada khususnya, untuk dimantapkan dan disebarluaskan dalam masyarakat-masyarakat manusia. Di samping Tauhid Rububiyah ada pula “Tauhid Uluhiyah” yaitu dengan mengkhususkan allah saja dalam hal ibadah, dan tidak menyekutukannya dengan beribadah kepada selainnya.
6. Bukan setiap Khudhu' adalah Ibadah
            Para ahli bahasa arab menafsirkan kata ibadah sebagai ketaatan, khudhu' dan tadzallul, ataupun menunjukkan sikap merendah yang sangat, namun semua devinisi ini pada hakikatnya hanya merupakan penafsiran dengan makna yang lebih umum. Sebab tat, khudhu', dan menampakkan sikap tahallul tidak identik dengan ibadah.
7. Memisahkan makna yang Hakiki dari yang Majazi
            Adakalanya kata “Ibadah” dan lainnya, yang berasal dari akar kata ‘abada, digunakan untuk berbagai makna, sesuai dengan bahasa dan kebiasaan. Akan tetapi, penggunaan suatu kata untuk suatu makna tertentu, tidak berarti bahwa hal tersebut mencakup semua makna sebenarnya dari kata aslinya.
BAB II
Devinisi Hakikat Ibadah
           
            Ibaadah adalah sikap tunduk patuh dan merendah kepada sesuatu yang dipercayai memiliki sifat-sifat ketuhanan (uluhiyah/rububiyah) serta kemandirian penuh dalam segala perbuatanya. Kata ibadah mempunyai pengertian (mafhum) amat jelas, sama jelasnya seperti kata-kata air atau tanah. Meskipun demikian tidak mudah mendefinisikannya betapapun dekat kehadiran pemahamannya dalam pikiran.
1. Tiga Devinisi Ibadah
            Pertama, ibadah ialah khudhu (tunduk, patuh khidmat) dalam ucapan maupun perbuatan, yang timbul dari kepercayaanpada sifat ketuhanan (uluhiyah) yang dimili oleh siapa yang ditujukan khudhu kepadanya.
            Kedua, ibadah ialah khudhu (tunduk, patuh khidmat) dihadapan siapa yang dipercayai sebagai memiliki sesuatu dari urusan-urusan kemajudandan hidup-mati si pelaku khudhu, sekarang dan dimasa mendatang.
            Ketiga, ibadah ialah khudhu seseorang yang melihat dirinya tidak bebas dan mandiri sepenuhnya dalam kewujudan dan perbuatannya di dalam sesuatu yang bebas mandiri sepenuhnya.
2. Apa yang dimaksud dengan Tafwidh?
            Telah menjadi kesepakatan orang menegaskan Allah SWT, bahwa kepercayaan (i'tiqad) adanya tafwidh (pelimpahan wewenang Allah sepenuhnya kepada mkhluknya) dapat mengakibatkan seseorang menjadi musyrik, dan bahwa khudhu yang bersumber pada kepercayaan seperti ini termasuk ibadah kepada yang ditujukan khudhu tersebut kepadanya. Tafwidh dapat digambarkan menjadi dua bagian
1. Tafwidh atau penyerahan sepenuhnya wewenang penciptaan dan pengelolaan alam semesta ini oleh allah kepada sebagian dari hamba-hambanya yang baik-baik seperti malaikat, nabi-nabi dan wali-wali. Tafwidh jenis ini disebut tafwidh takwini
2. Tafwidh atau penyerahan wewenang urusan-urusan khusus illahiyah kepada hamba-hambanya, seperti urusan legislatif, penetapan hukum serta urusan pengampunan dan syafaat, yang kesemuanya itu adalah urusan-urusan khusus Allah SWT. Tafwidh jenis ini disebut tafwidh tasyri'i.Arti penyerahan wewenang (tafwidh) seperti ini tidak lain adalah bahwa mereka itu bersifat mandiri sepenuhnya dalam perbuatan-perbuatan mereka, terlepas sama sekali oleh allah SWT dalam segala yang mereka lakukan atau inginkan.
BAB III
HAKIKAT TAUHID DAN SYIRIK MENURUT KAUM WAHABI
1. Apakah I'tikad tentang dimilikinya kekuatan ghaib oleh selain allah merupakan tolak ukur tauhid dan syirik?
            Apabila kepercayaan tentang kemampuan ghaib seperti itu mengandung I'tikad bahwa hal itu berdasarkan izin dari allah serta kekuatan yang bersumber dari-Nya, maka yang demikian itu tak ubahnya seperti kekuatan lahiriyah dan materil diatas yang, apabila seseorang percaya kepadanya tidak dapat dianggap seolah-olah telah terjerumus kedalam syirik. Sebab allah SWT telah memberikan kekuatan fisik kepada seseorang, dia pula lah yang telah memberikan kekuatan ghaib kepada yang lainnya, tanpa menganggap orang tersebut sebagai al-khaliq, ataupun membayangkan adanya seseorang yang bebas mandiri sepenuhnya tak butuh kepada siapa pun, termasuk kepada allah SWT.
2. Apakah adanya penyebab yang bisa dan yang luar biasa merupakan tolak ukur Tauhid dan syirik?
            Beberapa orang sufi dan darwisy telah menggambarkan qutb-qutb dan guru-guru terikat mereka secara keterlaluan sehingga mencapai batas yang syirik. Dengan hal itu mereka telah menumbuhkan bats-batas tauhid dan syirik, serta melampaui ukuran-ukurannya. Hal tersebut tampak jelas dalam syair-syair pujian yang mereka tujukan kepada guru-guru mereka tersebut. Dalam kebanyakan syair seperti itu banyak tercium bau syirik tersembunyi (syirik kafiiy), bahkan yang terang-terangan (syirik jaliy). Syair-syair seperti itu tak syak lagi ttidak selaras dengan dasar-dasar tauhid Qurani, kendatipun sebagian dari mereka menjauhkan syair-syair dan unkapan-ungkapan itu dari lingkkungan syiriik. Pada hakikatnya seorang muwahhid (yang menganut paham tauhid) tak sepatutnya, bahkan tak boleh sekali-kali, terucap melalui lisannya ungkapan-ungkapan yang tidak seiring sejalan dengan tauhid islami Qurani yang jelas sisi-sisinya dan terang benderang jalannya.
            Seandainya pengartian syirik dan tauhid benar-benar seperti yang dipahami dan dikartakan oleh kaum wahabi, sudah tentu kita tak mungkin lagi menyebut seseorang manapun di bawah kolong langit ini dengan sebutan muwahhid (yakni yang mentauhidkan allah SWT). Tak seorang pun berhak menyandang sifat tersebut.
3. Apakah kehidupan atau kematian orang yang dimintai pertolongan berpengaruh dalam pengartian tauhid dan syirik?
            Tidak diragukan lagi bahwa kegotongroyongan dan saling menolong diantara umat manusia merupakan asas kehidupan. Sejarah peradaban manusia adalah hasil upaya-upaya kemanusiaan yang bersumber pada kegotongroyongan dan pembagian tanggung jawab serta pemanfaatan timbal-balik dari daya usaha manusia. Al-Quran penuh dengan contoh tentang perbuatan tolong-menolong diantara umat mausia, seperti dalam firman Allah SWT:
            “Maka orang yangdari golongannya (yakni golongan musa) meminta pertolongan kepada musa untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya, lalu musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu”        (QS 8:15)
            Dengan demikian, permintaan tolong dari seseorang kepada seseorang lainnya merupakan fakta dalam kehidupan manusia, dan dibenarkan diantara semua bangsa. Meskipun demikian. Kaum wahabi melakukan perincian dalam hal ini yang mereka anggap sebagai garis pemisah yang wajar antara tauhid dan syirik.
4. Apakah kemampuan an tidak kemampuan berkaitan dengan batas-batas tauhid dan syirik?
            Mungkin dapat di tarik kesimpulan dari ucapan-ucapan kaum wahabi akan adanya tolak ukur lainnya berkenaan dengan syirik dalam ibadah, yaitu “adanya kemampuan atau ketidakmampuan orang yang dimintai pertolongan untuk merealisasikan kebutuhan yang diminta”. Jadi apabila seseorang meminta kepada orang lain sesuatu yang tidak dapat dilaksanakan kecuali oleh allah, maka perbuatan tersebut adalah ibadah dan syirik. Dalam ungkapan ini ia membuat tolak ukur lain lagi untuk syirik, yatu adanya kemampuan yang dimintai atau ketidakmampuannya untuk memenuhi permintaan si peminta.
BAB IV
AKIDAH-AKIDAH KAUM WAHABI
            Siapa saja yang mempelajari buku-buku karangan kaum wahabi, dan hidup di tengah-tengah mereka, akan melihat tuduhan syirik adalah sesuatu yang senantiasa diulang-ulang dalam tulisan-tulisan, ucapan-ucapan, pidato-pidato mereka setiap kali seseorang bergerak menoleh ke kanan atau ke kiri, ia akan segera mendengar dari mereka tuduhan sebagai seorang musyrik dan perbuatannya adalah bid'ah, dan karena itu dia sendiri adalah mubtadi (pelaku bid'ah). Sedemikian rupa sehingga apabila tolak ukur syirik adalah seperti yang mereka sebutkan dalam buku-buku dan pidato-pidato mereka, niscaya tak banyak diantara kaum muslimin yang dicatat dalam kelompok kaum Muwahhidin (yakni mereka yang berakidah tauhid).
Berikut adalah seju,lah perntnyaan yang dilontarkan kepada kaum wahabi:
1.      Apakah meminta penyembuhan kepada selain allah adalah syirik?
            Tak diragukan lagi bahwa alam jagad raya ini adalah alam yang teratur. Mengingat pula bahwa sebab-sebab dan lantaran-lantaran ini tidak memiliki kesempurnaan apapun yang ada pada dirinya sendiri, bahkan ia tercipta dengan kehendak allah SWT dan memiliki pengaruh dengan iradat-Nya, sebagaimana dapat dibenarkan pula apabila dinisbahkan kepada sebab-sebab dan lantaran-lantaran itu sendiri.
            Inilah yang telah dijelaskan seelum ini degan sejelas-jelasnya. Dan dengan itu dapat dinyatakan bahwa kesembuhan adakalanya kepada sebab-sebabnya dan berpengaruh terhadapnya, dangan izin allah.
      2.   Apakah meminta syafaat dari selain allah adalah syirik?
            Tak sedikitpun diragukan bahwa syafaat adalah hak khusus Allah SWT. Semua ini di sepakati diantara kaum muslimin. Akan tetapi yang menjadi persoalan ialah tentang meminta syafaat dari orang yang di beri Hak bersyafaat. Misalnya: jika seorang berkata “Ya Rasulullah, bersyafaatlah untuk kami”. Apakah yang demikian itu syirik apa bukan?
            Kami kini hanya ingin menegaskan kembali bahwa jawaban atas pertanyaan seperti itu telah menjadi jelas dalam pembahasan-pembahasan yang lalu. Yaitu seandainya kita ber-i'tikad bahwa orang-orang yang kita mintai syafaat berhak untuk bersyafaat bagi siapa saja yang mereka kehendaki, kapan dan dengan cara apa pun, tanpa kembali kepada izi illahi atau merasa tak perluuntuk itu, maka dapat dipastikan bahwa permintaan syafaat seperti ini merupakan ibadah kepada orang yang dimintai. Dan atas dasar itu, orang yang memintanya telah jadi musyrik dan menyimpang dari ajaran tauhid, disebabkan mereka telah meminta sesuatu yang berupa perbuatan dan urusan khusus allah dari selainnya.
            Secara ringkas, terwujudnya syafaat dari mereka memerlukan dua hal, yakni orang yang memberikan syafaat harus memperoleh izin untuk bersyafaat, dan orang yang disyafaatkan baginya haruslah orang yang di ridhai oleh Allah SWT. Maka seandainya seorang muslim berkata kepada salah seorang dari kalangan shalihin: “Bersyafaatlah kepada allah untukku”, yang demikian itu memenuhi persyaratan yang tadi.
            Sesungguhnya persoalan syirik dan tauhid sama sekali tidak dikaitkan dengan pendapat kita (manusia), sehingga boleh saja secara leluasa kita melukiskan suatu perbuatan sebagai syirik, sementara yang lainnya tauhid, yang ini musyrik, sedangkan yang itu muwahhid! Cukuplah Al-Quran sebagai neraca yang paling praktis dalam banyak ayatnya.
            Inilah akhir dari apa yang ingin kami kemukakan dalam resume ini sekitar neraca tauhid dan syirik dalam Al-Quran al-Karim. Kami berharap semoga allah melimpahkan manfaat dengan atas kaum muslimin, dan semoga resume ini merupakan satu langkah menuju persatuan mereka serta pendekatan antar kelompok mereka. Amiiin...


Wassalam,            

Islam Indonesia Kontemporer.rdwaprilamsah


Islam Indonesia Kontemporer
Islam mulai memasuki wilayah politik indonesia sejak pertama kali negara indonesia mengadakan pemilihan umum (pemilu). Dengan cara membuat suatu wadah, yaitu mendirikan partai politik. Pada waktu itu partai yang berasaskan islam yaitu ada dua pertama, Partai Masyumi dan Partai NU. Melalui wadah ini umat islam memainkan perannya sebagai seorang politikus yang ingin menanamkan nilai-nilai islam. Dalam tesis Harun Nasution yang berjudul The Islamic State in Indonesia. The Rise of the Ideology, the Movement for its Creation and the Theory of the Masjumi,  beliau mengemukakan bahwa ada perbedaan besar antara NU dan Masyumi. Kaum modernis di dalam Masyumi pada umumnya mereka hendak membangun suatu masyarakat muslim dan sebagai akibatnya mereka mengharapkan suatu negara islam. Kelompok yang diwakili NU lebih sering memperjuangkan suatu Negara sebagai langkah pertama dan melalui negara islam ini mereka hendak mewujudkan suatu masyarakat islam. Suatu perbedaan lain adalah, bahwa ulama mendapat kedudukan yang penting dalam organisasi negara konsep NU, sedangkan posisi mereka tidak begitu menonjol dalam pemikiran kaum Masyumi .
Setelah jatuhnya orde lama dan berganti orde baru, peran politik islam dalam negara Indonesia cenderung mengalami kemunduran. Disebabkan karena adanya usaha represif terhadap partai politik yang berhaluan islam, yang dilakukan oleh penguasa pada waktu itu karena ketakutan akan kehilangan kekuasaannya. Selama kekuasaan orde baru hanya ada tiga partai yang diakui dan boleh ikut dalam pemilu. Dan partai yang berasas islam pada waktu itu adalah Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Adanya usaha represif yang dilakukan oleh rezim orde baru, yang berkuasa selama 32 tahun, rupanya menimbulkan kekecewaan pada banyak pihak. Puncak dari keramahan tersebut adalah dengan turunnya mahasiswa ke jalan dan menduduki gedung DPR-MPR. Yang dimotori oleh mahasiswa UIN, UGM, dan UI. Dampak dari demonstrasi tersebut membuat semakin memudarnya legitimasi politik rezim orde baru, sehingga pada tanggal 21 Mei 1998 presiden Soeharto mengundurkan diri dari kursi kepresidenan.  Babak baru dalam dunia perpolitikan di Indonesia dimulai. Pada pemilu yang dilangsungkan tahun 1999, organisasi islam banyak mendirikan partai politik yang berasaskan islam dan atau berbasis umat islam. Diantaranya: PPP, PAN, PKB, PNU, PBB, PK sekarang PKS, dll. Pada masa itu simbol-simbol agama sangat mewarnai kancah perpolitikan indonesia. Simbol-simbol keagamaan yang diekspresikan apparatus birokrasi, tentu memiliki makna sosial. Bisa jadi ia merupakan representasi dari kesalehan dan kesadaran spiritual apparatus birokrasi, tetapi juga bukan mustahil ia juga bisa berubah menjadi sumber pengumpulan legitimasi. Hasil dari pemilu tahun 1999 tersebut membawa Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjadi presiden RI ke-4.
Sejak pemilu tahun 1999 sampai dengan sekarang, umat islam mulai kebingungan akan pilihan yang harus ia pegang. Sebab, semuanya mengaku bernafas islam dan mementingkan hak rakyat. Dalam tubuh partai politik-pun banyak mengalami perebutan kepemimpinan dan atau pecah menjadi beberapa partai.
Perubahan setting politik pasca-Orde Baru tanpa diduga memberi ruang bagi berkembangnya wacana penegakkan syariat islam di indonesia. Seperti yang telah dilakukan oleh Aceh, dan beberapa daerah yang menginginkan penggunaan syariat islam.
 Pesatnya pengaruh pemikiran yang berasal dari luar indonesia banyak sekali membawa perubahan terhadap pola pikir budaya umat islam di indonesia. Seperti munculnya aliran Jaringan Islam Liberal (JIL), Front Pembela Islam (FPI), Majlis Mujahidin Indonesia (MMI), dan lain sebagainya. Adanya berbagai aliran ini dilatarbekalangi oleh adanya kesadaran kritis, yaitu kessadaran yang menolak dominan dalam budaya keagamaan indonesia yang cenderung sarat dengan kepentingan, tunduk pada etos konsumerisme, menopang tatanan yang ada, atau malahan mengambil keuntungan darinya.

.Adanya perubahan pola pikir tersebut disebabkan oleh empat hal, antara lain oleh:
1.       Faham tauhid yang dianut kaum muslimin  telah bercampur dengan kebiasaan yang dipengaruhi oleh tarekat-tarekat, pemujaan terhadap orang-orang suci dan hal lain yang membawa pada kekufuran;
2.       sifat jumud membuat umat islam berhenti berpikir dan berusaha. Umat islam maju pada zaman klasik karena mereka mementingkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, selama umat Islam masih bersifat jumud dan tidak mau berpikir untuk berijtihad, tidak mungkin mengalami kemajuan, untuk itu perlu adanya pembaharuan yang berusaha memberantas kejumudan;
3.       umat Islam selalu berpecah-pecah, maka umat islam tidak akan mengalami kemajuan;
4.       hasil kontak yang terjadi antara dunia islam dengan barat.

Ormas Islam
Kelahiran ormas Islam serta perkembangannya dewasa ini barangkali akan mudah dipahami, bila ditempatkan dalam periodisasi sejarah umat Islam Indonesia, terutama sejak abad 19 sampai sekarang. Dalam kaitan periodisasi sejarah yang pernah dibuatKuntowijayaagak cukup relevan.
Sejarawan itu membagi perkembangan umat islam menjadi tiga periode, yaitu periode mitos, ideology dan idea atau lmu. Setiap periode mempunyai cirri khas masing-masing, meski tidak bias di pisahkan secara tegas. Kelahiran ormas bersama program-programnya yang terorganisir dibidang pendidikan dan dakwah membuktikan bahwa perjuangan tidak lagi melalui jalan radikal. Boleh dikata semua  ormas islam yang lahir sebelum merdeka seperti, Jamiat Khair (1905), Muhammadiya (1912), Al-Irsyad (1914), Persatuan Islam (1920an), NU (1926) dan lain-lain memiliki program dakwah dan pendidikan. Hal ini merupakan jawaban yang tepatterhadap keadaan umat saat itu yang masih terbelakang di bidang pengetahuan, baik pengetahuan agama atau pengetahuan umum.
Meski pendidikan itu memang belum merata dikalangan umat sehingga masih terus dikembangkan, tetapi kesenjatan intelektual merupakan masalah tersendiri yang melakukan pemecahan. Dalam suasana seperti itulah, Himpunan mahasiswa islam( HMI) lahir 1947 di Yogyakarta. Dalam perkaderannya, HMI memberikan pengetahuan islam bagi anggota-anggotanya yang menuntut ilmu di perguruan tinggi islam. Program ini dirumuskan dalam sebuah jargol yang indah,’’Menciptakan Ulama Intelektual-intelektual Ulama’’. Masalah ini mendapat perhatian pula dari NU dan Muhammadiyah.


Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI)
Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia disingkat ICMI adalah sebuah organisasi cendekiawan muslim di Indonesia. ICMI dibentuk pada tanggal 7 Desember 1990 di sebuah pertemuan kaum cendekiawan muslim di Kota Malang tanggal 6-8 Desember 1990. Di pertemuan itu juga dipilih Baharuddin Jusuf Habibie sebagai ketua ICMI yang pertama. Perguruan tinggi membawa perubahan banyak terhadap pemikiran di indonesia. Sebab, dalam sejarah kita melihat bahwa gerbong pemikkiran Islam di Indonesia di mulai dari IAIN Sunan Kalijaga dan IAIN Syarif Hidatullah. Diantara tokoh-tokoh pembahruan pemikiran islam tersebut adalah Harun Nasution, Nurcholish Madjid, A. Mukti Ali, dll.

Front Pembela Islam (FPI)
FPI dideklarasikan pada 17 Agustus 1998 (atau 24 Rabiuts Tsani 1419 H) di halaman Pondok Pesantren Al Um, Kampung Utan, Ciputat, di Selatan Jakarta oleh sejumlah Habaib, Ulama, Mubaligh dan Aktivis Muslim dan disaksikan ratusan santri yang berasal dari daerah Jabotabek. Pendirian organisasi ini hanya empat bulan setelah Presiden Soeharto mundur dari jabatannya, karena pada saat pemerintahan orde baru presiden tidak mentoleransi tindakan ekstrimis dalam bentuk apapun. FPI pun berdiri dengan tujuan untuk menegakkan hukum Islam di negara sekuler.
Organisasi ini dibentuk dengan tujuan menjadi wadah kerja sama antara ulama dan umat dalam menegakkan Amar Ma'ruf dan Nahi Munkar  di setiap aspek kehidupan.
Latar belakang pendirian FPI sebagaimana diklaim oleh organisasi tersebut antara lain:
  1. Adanya penderitaan panjang ummat Islam di Indonesia karena lemahnya kontrol sosial penguasa sipil maupun militer akibat banyaknya pelanggaran HAM yang dilakukan oleh oknum penguasa.
  2. Adanya kemungkaran dan kemaksiatan yang semakin merajalela di seluruh sektor kehidupan.
  3. Adanya kewajiban untuk menjaga dan mempertahankan harkat dan martabat Islam serta ummat Islam.
Pada tahun 2002 pada tablig akbar ulang tahun FPI yang juga dihadiri oleh mantan Menteri Agama dan terdakwa kasus korupsi Dana Abadi Umat (DAU), Said Agil Husin Al Munawar, FPI menuntut agar syariat Islam dimasukkan pada pasal 29 UUD 45 yang berbunyi, "Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" dengan menambahkan "kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" pada amandemen UUD 1945 yang sedang di bahas di MPR sambil membawa spanduk bertuliskan "Syariat Islam atau Disintegrasi Bangsa".
Namun Anggota Dewan Penasihat Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Dr. J. Soedjati Djiwandono berpendapat bahwa dimasukkannya tujuh kata Piagam Jakarta ke dalam UUD 1945 yang diamandemen, justru dikhawatirkan akan memecah belah kesatuan bangsa dan negara, mengingat karekteristik bangsa yang majemuk.
Pembentukan organisasi yang berdasarkan syariat Islam dan bukan Pancasila inilah yang kemudian menjadi wacana pemerintah Indonesia untuk membubarkan ormas Islam yang bermasalah di tahun 2006.

Majelis Mujahidin Indonesia


Majelis Mujahidin lahir berawal dari keprihatinan para tokoh gerakan Islam yang pernah digembleng di “pesantren Orde Baru” seperti Irfan Suryahardi, Deliar Noer, Syahirul Alim, Mursalin Dahlan, Mawardi Noor dan lain-lain. Mereka terdorong untuk mengadakan forum kecil, berdiskusi yang ujungnya menggagas lahirnya suatu lembaga yang bisa menyatukan visi kaum muslimin yang hendak memperjuangkan tegaknya syariat Islam, yaitu Majelis Mujahidin. Untuk menandai lahirnya institusi tersebut diadakan kongres I Majelis Mujahidin di Yogyakarta tanggal 5-7 Agustus 2000. Saat itu hadir kira-kira 1500 orang dari berbagai gerakan di seluruh tanah air, bahkan hadir pula beberapa perwakilan dari negara sahabat, seperti Moro, Malaysia, dan Arab Saudi.
Pada Kongres I di Yogyakarta, diputuskan bahwa Majelis Mujahidin merupakan organisasi aliansi gerakan (tansiq amal) yang bersifat universal, tidak dibatasi suku, bangsa maupun negara. Memang format tansiq ini memang masih menjadi bahan perdebatan yang cukup panjang di antara aktivis Majelis Mujahidin. Namun yang pasti, tansiq ini bisa saja diikuti oleh organisasi maupun personal. Meskipun tidak atau belum ada aturan tertulis mengenai syarat menjadi anggota Majelis Mujahidin, namun cukup dimaklumi bahwa anggota Majelis Mujahidin adalah muslim yang taat. Konsekuensi lain dari format aliansi adalah adanya kesiapan anggota-anggotanya untuk berbeda pendapat dengan anggota yang lainnya. Inilah barangkali yang menjadi ciri khusus Majelis Mujahidin, dibandingkan dengan kelompok muslim “fundamentalis” yang pada umumnya tertutup tetapi justru di sini kader-kadernya harus siap menghadapi perbedaan-perbedaan. Namun ternyata jika diselami lebih jauh, aliansi Mujahidin ini masih mempersyaratkan, yaitu keshahihan aqidah, dalam timbangan mujadihin, yaitu dalam prespektif aqidah salaf. Dengan mereka yang sama-sama beraqidah salaf bisa melakukan aliansi lebih terbuka, sedangkan dengan mereka yang tidak beraqidah salaf, aliansinya dilakukan hanya dalam wilayah perjuangan penegakan syariah. Jadi di sini semacam ada kaidah “kita beramal dalam masalah yang kita sepakati”
Selain konsekuensi tersebut, format keanggotaan seperti ini cukup rawan menghadapi penyusupan pihak luar yang tidak merasa nyaman dengan kehadiran majelis Mujahidin. Tahun 20002002 di Majelis Mujahidin bahkan telah disusupi pihak intelijen nasional, dan menjadi pengurus Lajnah Tanfidziyah bidang hubungan antar Mujahid. Diketahuinya satu orang telah menyusup ke tubuh Majelis Mujahidin berkaitan dengan hilangnya “pengurus” ini tanpa sebab setelah kasus bom Bali. Setelah diusut, dicari-cari, akhirnya diketahuilah bahwa Mr. X, tersebut aslinya adalah seorang perwira militer. Namun karena majelis Mujahidin tidak pernah memiliki niat untuk melakukan bughat (memberontak) maka penyusupan itupun tak ada gunanya. Kalau yang ditemukan hanya aktivitas kajian-kajian, di luar Mujahidin banyak juga kajian, bahkan yang radikal dibandingkan dengan Mujahidin.
Yayasan Wakaf Paramadina
Yayasan Wakaf Paramadina adalah sebuah lembaga keagamaan (Islam) yang berkecimpung dalam kajian keagamaan dan sosial. Didirikan oleh Prof Dr Nurcholish Madjid pada tahun 1986 di Jakarta, lembaga ini bertujuan sebagai lembaga pendidikan dan pencerahan umat dan bangsa. Lembaga keagamaan ini mencoba memadukan antara Keislaman dan Keindonesiaan sebagai perwujudan dari nilai-nilai Islam universal dengan tradisi lokal Indonesia. Yayasan Paramadina dirancang untuk menjadi pusat kegiatan keagamaan yang kreatif, konstruktif dan positif bagi kemajuan masyarakat, tanpa sikap-sikap defensif dan reaktif. Oleh karena itu program pokok kegiatannya diarahkan kepada peningkatan kemampuan menjawab tantangan zaman dan menyumbang tradisi intelektual yang terus menaik dalam masyarakat. Ini berarti pertaruhan pada kualitas dan otoritas ilmiah yang tinggi.
  • Salah satu artikel yayasan membahas tentang boleh/ tidaknya seorang muslim mendepositokan uangnya ke bank.
  • Yayasan juga mengembangkan dan merumuskan gagasan tentang fikih lintas agama yang dirampungkan dalam bentuk buku yang berjudul “Fiqih Lintas Agama”. Sebagai buku pertama yang secara spesifik membahas soal fikih hubungan antar umat beragama di Indonesia. Di dalam konsep fikih ini dibahas tema-tema yang terkait langsung dengan hubungan antaragama. Misalnya dibahas soal perkawinan antaragama, doa bersama, mengucapkan salam kepada nonmuslim, menghadiri dan mengucapkan selamat Natal, dan persoalan-persoalan yang terkait langsung dengan hubungan umat Islam dengan umat agama-agama lain.
Program pokok kegiatan berkisar pada meningkatkan dan menyebarkan faham keagamaan islam yang luas, mendalam dan bersemangat keterbukaan dengan titik berat kepada:
  • Pemahaman sumber-sumber ajaran Islam, khusunya proses pembentukannya.
  • Penyadaran tentang sejarah pemikiran Islam, suatu hubungan dialektik antara ajaran dan peradaban.
  • Apresiasi terhadap khazanah budaya dan peradaban Islam dari bangsa-bangsa Muslim.
  • Penanaman semangat non-sektarianisme dan pengembangan serta pemeliharaan "Ukhuwwah Islamiyah" yang berkonotasi dinamis dan kreatif.
  • Pendalaman dan perluasan studi komparatif madzhab-madzhab dan aliran-aliran dalam Islam, antara lain guna menghindari kecenderungan sikap anakronistik dan eksklusifistik.
  • Pengembangan sikap-sikap penuh toleransi dan apresiatif terhadap kelompok-kelompok agama lain untuk menciptakan masyarakat yang damai (salam) sebagaimana diajarkan oleh Islam.
·         Yayasan Paramadina pernah mendapatkan kontroversi karena menikahkan pasangan berbeda agama. Praktek ini di Indonesia tidak diperbolehkan. Kasus perkawinan artis Deddy Corbuzier dan Kalina, di awal 2005 dimana Deddy yang Katolik dinikahkan secara Islam oleh penghulu pribadi yang dikenal sebagai tokoh dari Yayasan Paramadina banyak diperbincangkan.
·         Namun hal ini disanggah dalam surat resmi Machnan R Kamaluddin, Ketua Umum Yayasan Wakaf Paramadina dengan menyatakan bahwa Yayasan Paramadina bukan lembaga perkawinan.
Islam  Pasca Reformasi
Mundurnya Soeharto dari posisinya sebagai presiden RI pada 21 Mei 1998 manandai berakhirnya masa orde baru dan lahirnya suatu era baru yang disebut era reformasi. Reformasi keagamaan dikalangan islam telah berlangsung sebelum Soeharto  jatuh. Reformasi ini terjadi sejak pemerintahan soeharto memberikan dukungan yang nyata bagi perkembangan islam tanah air. Dukungan ini ditandai dengan sejumlah tindakan dan kebijakan rezim orde baru yang nenguntungkan islam, seperti
1.UU Peradilan Agama (UU No. 7 tahun 1989)
2.Kompilasi hokum islam berdasarkan intruksi presiden RI No. 1 tahun 1991
3.Sertifikasi dan lebelisasi halal
4.Lahirnya ikatan cendikiawan muslim se-Indonesia
Ditengah berkembangnya islam budaya, Soeharto jatuh dari posisinyasebagai presiden RI. Peristiwa ini menandai era baru yang memberikan kebebasan kepada rakyat dalam menentukan dirinya sendiri di segala bidang. Kebebasan di bidang politik terlihat pada lahirnya partai-partai yang jumlahnya lebih dari seratus. Tetapi kemudian yang memenihi syarat untuk mengikuti pemilu 1999 hanya 48 parpol. Dari 48 parpol yang mengikuti pemilu 1999 ada 19 partai yang dapat dikategorika sebagai partai islam. Berbeda dengan partai islam di masa lalu, partai islam era reformasi tidak mudah di identifikasian. Pada masa orde lama partai islam mudah dikenali dari namanya seperti Masjumi, Pesatuan Tarbiyah Islamiyah Indonesia, Partai Syarikat Islam Indonesia dan Nahdatul Ulama.
Partai yang lahir pada era reformasi tidak cukup hanya dilihat dari namanya , tetapi juga harus dari lambangnya. Jadi suatu partai disebut partai islam apabila pada namanya ada unsure islam. Krena itu misalnya Partai Indonesia Baru (PIB) disebut partai islam, karena pada lambangnyaterdapat tulisan ‘’Allahu Akbar’’ meskipun namanya tidak mengandung undur islam.

Ridwan april amsah




Filsafat - Epistimologi.rdwaprilamsah


EPISTEMOLOGI

Epistemologi atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat yang berusan dengan hakikat dan lingkup, pengetahuan pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Pengetahuan pada hakekatnya adalah keadaan mental( mental state). Ada dua teori mengenai hakekat pengetahuan ini.
Yang pertama disebut realisme, mempunyai pandangan yang realistis terhadap dunia ini. Pengetahuan menurut realisme adalah gambaran atau kopi yang sebenarnya dari apa yang ada dalam alam nyata (dari fakta atau dari hakekat). Pengatahuan atau gambaran yang ada akal adalah kopi dari yang asli yang terdapat di luar akal. Realisme berpendapat bahwa pengatahuan adalah benar dan tepat, sesuai dengan kenyataan .
Teori kedua disebut idealisme berpendapat bahwa mempunyai gambaranyang benar-benar tepat dan sesuai dengankenyataan adalah mustahil. Pengetahuan adalah proses-proses mental atau proses psikologis dan ini bisa bersifat subjektif. Oleh karena itu pengetahuan bagi seorang idealis hanya sebagai gambaran subjektif dan bukan objektif tentang kenyataan. Pengetahuan menurut teori ini tidak menggambarkan kebenaran yang sebenarnya; pengetahuan tidak memberikan gambaran yang tepat tentang hakekat yang ada di luar akal. Yang diberikan pengetahuan hanyalah gambaran menurut pendapat atau penglihatan orang yang mengetahui.[1]
Ada pula dua teori tentang jalan mengetahui pengetahuan. Yang pertama disebut empiricisme, menurut empiricisme pengetahuan diperoleh dengan perantaraan pancaindra. Pancaindra memperoleh kesan-kesan dari apa yang ada di alam nyata dan kesan-kesan itu berkumpul didalam diri manusia. Teori kedua yang disebut rasionalisme, mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh dengan perantaraan akal. Betul dalam hal ini akal berhajat pada bantuan pancaindra untuk memperoleh data-data dari alam nyata, tetapi akalah yang menghubungkan data-data ini satu dengan lain, sehingga terdapat apa yang disebut pengetahuan. Dalam penyusunan ini akal mempergunakan konsep-konsep rasionil atau idea-idea universil. Konsep-konsep dan idea-idea ini sendiri merupakan hakekat dan mempunyai wujud dalam alam nyata, bukan dibuat manusia tetapi adalah bahagian dari natur.

Dari keempat teori diatas, tersusun pulalah teori-teori berikut :

Empirical realism : Pengetahuan diperoleh dengan perantaraan pancaindra dan pengetahuan ini merupakan kopi yang sebenarnya tentang fakta-fakta yang ada di luar akal. Menurut teori ini pengetahuan menggambarkan kebenaran. Tetapi teori ini tidak tahan terhadap kritik bahwa pancaindra tidak selamanya memberikan gambaran yang benar tentang hakekat yang ada diluar akal. Pancaindra terkadang berbohong.

Empirical idealism : pengetahuan diperoleh dengan pancaindra, tetapi pengetahuan itu tidak memberikan gambaran yang sebenarnya tentang hakekat. Menurut paham ini pengetaun tentang apa yang benar tak mungkin diperoleh.

Rational idealism : pengetahuan diperoleh dengan perantaraan akal dan panca indra, tetapi pengetahuan ini juga tidak memberikan gambaran yang sebenarnya tentang hakekat. Sekuran-kurangnya manusia tak akan bisa mengetahui apakah gambaran yang diberikan tentang hakikat itu sesuai atau tidak sesuai dengan kenyataan. Yang paling tinggi dapat diketahui menurut rational idealism ini hanyalah tentang wujud sesuatu bukan tentang hakekatnya.

Rational realism : pengetahuan diperoleh dengan perantaraan akal dan pancaindra. Dalam pemikirannya mengenai data-data yang diberikan pancaindra, akal mempergunakan prinsip-prinsip universil, dan hasil pemikiran ini merupakan hasil kopi yang benar tentang hakikat. Kebenaran disinipun bukan berarti kebenaran mutlak, tetapi kebenaran yang dekap pada hakekat itu.

Mula-mula manusia percaya bahwa dengan kekuatan pengenalannya ia dapat mencapai realitas sebagaimana adanya. Para filosof pra Sokrates, yaitu filosof pertama didalam taradisi Barat, tidak memberikan perhatian pada cabang filsafat ini sebab mereka memusatkan perhatian, terutama pada alam dan kemungkinan perubahannya, sehinnga mereka kerap dijuluki filosof alam.
Mereka mengandaikan begitu saja bahwa pengetahuan mengenai kodrat itu mungkin, meskipun beberapa diantara mereka menyarankan bahwa pengetahuan mengenai struktur kenyataan dapat lebih dimunsulkan dari sumber-sumber tertentu ketimbang sumber-sumber lainnya. Herakleitus, misalnya, menekankan penggunaan indra, sementara Permanides menekankam penggunaan akal. Meskipun demikian, tak seorang pun diantara mereka yang meragukan kemungkinan adanya pengetahuan mengenai kenyataan (realitas).
Baru pada abad ke-5 SM, muncul keraguan terhadap kemungkinan itu, mereka yang meragukan akan kemampuan manusia mengetahui realitas adalah kaum Sophis. Para sophis bertanya, seberapa jauh pengetahuan kita mengenai kodrat benar-benar merupakan kenyataan objektif, seberapa jauh pula merupakan sumbangan objektif manusia? Apakah kita mempunyai pengetahuan mengenai kodrat sebagaimana adanya? Sikap skeptis inilah yang mengawali munculnya epistemologi.[2]
Metode empiris yang telah dibuka oleh Aristoteles mendapt sambutan yang besar pada zaman Renaisans dengan tokoh utamanya Francis Bacon (1561-1626). Karya-karyanya yang paling menonjol adalah Theadvancement of Learning (1606) dan Novum Organum (organum baru).
Filsafat Bacon memiliki peranan penting dalam metode induksi dan sistematisasi prosedur ilmiah menurut Russel, dasar filsafatnya bersifat praktis, yaitu untuk memberi  kekuasaan pada manusia atas alam melalui penyelidikan ilmiah. Bacon mengkritik filsafat Yunani yang lebih menekankan pada perenungan dan akibatnya tidak praktis bagi kehidupan manusia. Ia mengatakan, “The great mistake of Greek philosophers was that they spent so much timein theory, so little in observation.
Sementara bagi Descartes (1596-1650 M), persoalan dasar dalam filsafat pengetahuan bukan bagaimana kita tahu, tetapi mengapa kita dapat membuat kekeliruan? Salah satu cara untukmenentukan suatu cara yang pasti dan tidak dapt diragukan ialah dengan melihat seberapa jauh hal itu bisa diragukan. Bila kita secara sistematis  mencoba meragukan sebanyak mungkin pengetahuan kita, akhirnya kita akan mencapai titik yang tak bisa diragukan sehingga pengetahuan kita dapat dibangaun diatas kepastian absolut.
Prosedur yang disarankan Descartes untuk mencapai kepastian ialah keraguan metodis universal, keraguan ini bersifat universal karena direntang tanpa batas, atau sampai keraguan ini membatasi diri. Artinya usaha meragukan itu akan berhenti bila ada sesuatu yang tidak dapat diragukan lagi. Usaha meragukan ini disebut metodik karena keraguan yang ditetapkan disini merupakan cara yang digunakan oleh penalaran reflektif  filosofis untuk mencapai kebenaran. Bagi dia, kekeliruan tidak terletak pada kegagalan melihat sesuatu, melainkan didalam mengira tahu apa yang tidak diketahuinya atau mengira tidak tahu yang diketahuinya.
Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indera, dan lain-lain mempunyai ,metode-metode tersendiri dalam teori pengetahuan, diantaranya adalah:
  1. Metode Induktif,
Yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyataan hasil observasi disimpulkan dalam  suatu pernyataan yang lebih umum. Dan muncul suatu pandangan yang luas diterima, ilmu-ilmu empiris ditandai oleh metode induktif, suatu inferensi bias disebut induktif bila bertolak dari pernyataan-pernyataan tunggal, seperti gambaran mengenai hasil pengamatan dan penelitian orang sampai pada pernyataan-pernyataan universal.
  1. Metode Deduktif
Deduktif ialah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empiric diolah lebih lanjut dalam suatu system pernyataan yang runtut. Hal-hal yang harus ada dalam metode deduktif ialah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri. Ada penyelidikan bentuk logis teori itu dengan tujuan apakah teori tersebut mempunyai sifat empiris atau ilmiah, ada perbandingan dengan teori-teori lain dan ada pengujian teori dengan jalan menerapkan secara empiris kesimpulan-kesimpulan yang bias ditarik oleh teori tersebut.
  1. Metode Positivisme
Metode ini dikeluarkan oleh August Comte (1798-1857). Metode ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang factual, yang positif. Ia menyampingkan segala uraian/ persoalan diluar yang ada sebagai fakta. Oleh karena itu, ia menolak metafisika. Apa yang diketahui secara positif, adalah segala yang tampak dan segala gejala. Dengan demikian metode ini dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi kepada bidang gejala-gejala saja.
Menurut Comte, perkembangan pemikiran manusia berlangsung dalam tiga tahap: teologis, metafisis, dan positif. Pada tahap teologis, orang berkeyakinan bahwa dibalik segala sesuatu  tersirat pernyataan kehendak khusus. Pada tahap metafisis, kekuatan adikodrati itu diubah menjadi kekuatan yang abstark, yang kemudian dipersatukan dalam pengertian yang bersifat umum yang disebut alam yang dipandangnya dari asal segala gejala.
Pada tahap ini, usaha mencapai pengenalan yang mutlak, baik pengetahuan teologis ataupun metafisis dipandang tak berguna, menurutnya, tidaklah berguna melacak asal dan tujuan akhir seluruh alam; melacat hakikat yang sejati dari segala sesuatu. Yang penting adalah menentukan hokum-hukum kesamaan dan urutan yang terdapat pada fakta-fakta dengan pengamatan dan penggunaan akal.
  1. Metode Kontemplatif
Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indra dan akal manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan pun akan berbeda-beda harusnya dikembangkan suatu kemampuan akal yang disebut dengan intuisi. Pengetahuan yang diperoleh lewat intuisi ini bias diperoleh dengan cara berkontemplasi seperti yang dilakukan oleh Al-Ghazali.
Intuisi dalam tasawuf disebut dengan ma'rifah yaitu pengetahuan yang dating dari Tuhan melalui penserahan dan penyinaran. Al-Ghazali menerangkan bahwa pengetahuan intuisi yang disinarkan oleh Allah secara langsung merupakan pengetahuan yang paling benar. Pengetahuan yang diperoleh lewat intuisi ini hanya bersifat individual dan tidak bias dipergunakan untuk mencari keuntungan seperti ilmu pengetahuan yang dewasa ini bias dikomersilkan.
  1. Metode Dialektis
Dalam filsafat, dealiktika mula-mula berarti metode tanya jawab untuk mencapai kejernihan filsafat. Metode ini diakjarkan oleh Socrates. Namun Platu mengartikannya diskosi logika. Kini dialektika berarti tahap logika, yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode penuturan, juga analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan..
Hegel menggunakan metode dialektis untuk menjelaskan filsafatnya, menurut Hegel dalam realitas ini berlangsung dialektika. Dan dialektika disini berarti mengompromikan hal-hal yang berlawanan seperti :
-          Dictator. Disini manusia diatur dengan baik, tapi manusia tidak punya kebebasan (tesis)
-          Keadaan diatas menapilakan lawannya, yaitu Negara anarki (anti tesis) dan warga Negara mempunyai kebebasan tanpa batas, tetapi hidup dalam kekacauan.
-          Tesis dan anti tesis ini disintesis, yaitu Negara demokrasi. Dalam bentuk ini kebebasan warga Negara dibatasi oleh undang-undang dan hidup masyarakat tidak kacau.
UNSUR PENGETAHUAN
Pada definisi tahu menurut Langeveld, tersirat unsure pengetahuan, yaitu pengamatan (mencamkan), sasaran (objek), dan kesadaran (jiwa). Ketiga unsur iru saling mengikat.
Pengamatan ialah penggunaan indra lahir dan batin untuk menangkap objek. Dalam pengamatan, subjek berada diluar sesuatu, sedangkan dalam pengalaman subjek berada didalamnya.
Dilihat dari sisi perantaraanya, ada dua macam pengalamannya, yaitu pengalaman lahir dan batin. Pengalaman lahir ditangkap oleh indra lahir (panca indra), adapun  pengamatan batin hanya bias dihayati oleh indra batin. Sasaran adalah suatu yang menjadi bahan pengamatan. Bagaimana validasi pengetahuan seseorang?. Diantara yang menentukannya ialah jenis sasarannya :
a)      Kalau sasarannya adalah objek empiris, maka pengetahuannya disebut sungguh, karena terbukti dalam kenyataan pengalaman.
b)      Jika sasarannya adalah objek ideal, maka pengetahuannya disebut pasti, Karena tunduk kepada hokum piker.
c)      Bila sasarannya adalah objek trasenden, maka pengetahuannya disebut yakin, Karena hanya berada dialam kepercayaan.
Kesadaran adalah salah satu dari alam yang ada pada diri manusia. Jiwa terdiri atas dua dunia, yaitu alam sadar dan alam bawah sadar. Keduanya senantiasa ada bersama dalam satu waktu, dimana alam bawah sadar jauh lebih besar dari pada alam sadar. Contoh: Pada saat orang membaca misalnya, apa yang ia sadari hanyalah bacaan yang ada di hadapannya, sedangkan hal yang lain, seperti dirinya, pakaiannya, sikapnya, tempat duduknya, atau situasi sekitarnya sama sekali tidak disadari.[3]
MACAM PENGETAHUAN
Pengetahuan adalah mengakui sesuatu terhadap sesuatu. Pengetahuan bahwa es dingin, artinya mengetahui sesuatu (sifat dingin) terhadap sesuatu (yang bernama es). Mengetahui berarti menerima secara akali adanya sesuatu (sifat) pada sesuatu (benda atau peristiwa). Sifat yang diakui adalah satu atau sebagian dari sekian banyak sifat yang ada pada sesuatu. Walaupun demikian, tidak berarti sifat-sifat yang laindisangkal. Pengakuan hanya membenarkan sifat yang dinyatakan, tanpa mempedulikan sifat yang lain. Adapun mengenai yang disifatinya, ada kemungkinan merupakan barang umum atau barang khusus, sebagai contoh:
Burung itu unggas (burung umum) – tidak menunjuk benda tertentu.
Burng itu jantan (burung khusus) – mengisyaratkan benda tertentu.
Dilihat dari segi lingkup sasarannya, ada dua macam pengetahuan, yaitu pengetahuan umum (contoh pertama) dan pengetahuan khusus (contoh kedua). Pengetahuan umum masuk kedalam dunia idea, tertangkap dalam pikiran, berada dalam alam absrak, dan ketentuannya berlaku universal. Sedangkan pengetahuan khususmasuk kedalam dunia empiris, tertangkap dalam pengalaman, berada dalam alam konkrit, dan ketentuannya berlaku particular.
Jadi ketika mengucapkan, “Ayam itu unggas”, si pembicara membayangkan sesuatu; ketika mengucapkan “ Ayam itu jantan”, si pembicara menghadapi benda yang dimaksud.
Apabila diajukan pertanyaan, manakah yang benar dari kedua macam pengetahuan itu? Orang akan sulit menjawabnya tanpa dengan merugikan salah satu jenis. Mengakui salah satu berarti mengakui bahwa hanya jenis pengetahuan itulah yang berpeluang untuk dapat mencapai kebenaran
Pengetahuan umum juga disebut pengetahuan budi, sedangkan pengetahuan khusus disebut pengetahuan indera. Pengetahuan umum tetap, tidak berubah serta menembus hokum ruang dan waktu, sedangkan pengetahuan khusus berubah, tidak tetap, dan hanya terjadi sekali disatu tempat serta satu saat, tak pernah berulang sama. Dalam bidang keilmuan, pengetahuan umumlah yang dijumpainya. Suatu kemungkinan yang bisa terjadi ialah bahwa pengetahuan khusus beralih menjadi pengetahuan umum, begitu pula sebaliknya. Peralihan pengetahuan dari khusus ke umum melalui induksi, sedangkan dari umum ke khusus melalui deduksi. Pengetahuan khusus berupa pengalaman, sedangkan pengetahuan umum berujud pengertian.
Dipandang dari cara pembentukannya, pengetahuan ada dua macam, yaitu pengetahuan langsung dan pengetahuan tak langsung. Pengetahuan langsung diperoleh melalu pengamatan lahir (persepsi ekstern), maupun pengamatan batin (persepsi intern) tanpa perantara.
Pengetahuan langsung hamper setiap saat dapat ditemui orang dalam hidupnya, baik melalui pengamatan lahir maupun batin. Orang menyebut pengetahuan ini sebagai pengalaman (empiris). Mendapatkannya tidak sulit asal ada kesadaran. Berbada dengan hal itu, untuk mendapatkan pengetahun tak langsung melalui konklusi, diperlukan pemikiran lurus. Lain lagi dengan pengetahuan tak langsung melalui autoriti, disitu membutuhkan kemantapan hati.
Miska Muhammad Amien menjelaskan adanya dua macam pengetahuan mengenai hubungannya dengan alam disana., yaitu pengetahuan wahyu dan pengetahuan ilham. Pengetahuan wahyu adalah firman Allah yang berisi pengetahuan yang diturunkan kepada manusia pilihan, yaitu Nabi atau Rasul. Wahyu menyangkut berbagai aspek kehidupan khususnya hubungan dengan manusia denga Al-Khalik yang disebut ibadah, juga hubungannya manusia dengan sesame makhluk yang disebut muamalah.
Pengetahuan ilaham ialah petunjuk yang disampaikan malalui hati sanubari setiap orang. Ilham pada dasarnya sama dengan wahyu dalam arti yang umum. Perbedaan yang mendasar terletak pada cara penyampaiannya, yaitu bahwa wahyu melalui utusan, sedangkan ilham langsung masuk kedalam jiwatanpa melalui utusan. Ilham disebut juga sebagai devine inspiration.
Menurut I.R Poedjawijatna jalan menuju perolehan pengetahuan ialah pengindraan, tanggapan, ingatan, dan fantasi. Dalam mengakap objek konkrit, tidak semua indra digunakan, melainkan hanya indera tertentu. Oleh karena itu, pengetahuan yan diperolehpun tertentu pula, berlaku bagi hal yang khusus. Contoh, awan hanya bisa dilihat, suara hanya bisa didengar. Indera mempunyai batas jangkauan, dan juga memiliki kelemahan.
Tanggapan ini mungkin jelas, mungkin juga samar, boleh jadi berisi banyak sifat, akan tetapi bisa juga hanya sedikit. Disini factor selera banyak menentukan kadar pengetahuan. Akibatnya, hanya aspek tertentu dari objek tersebut yang diperhatikan, artinya pengetahuan belum menyeluruh (pengetahuan khusus).
Tanggapan sebagai hasi penginderaan ini kemudian(seakan-akan)disimpan oleh manusia, dan pada waktu tertentu ia muncul dengan sendirinya atau disengaja. Hal ini disebut ingatan. Gambaran objek yang telah diindera menjadi bahan ingatan, mungkin semakin lama semakin memudar dan akhirnya lenyap. Namun harus disadari hal itu tetap tersimpan dalam jiwa manusia, keadaan pada saat gambaran itu sirna, disebut lupa.
Penginderaan senantiasa berhadapan dengan objek diluar subjek, selalu terlibat dalam ruang dan waktu tertentu. Tanggapan agak berkurang hubungannya dengan ruang dan waktu, bahkan dapat lenya sama sekali. Tanggapan ini, demi kemampuan ingatan, ditambah dengan tanggapan buatan, sehingga gambaran objek tidak murni lagi seperti semula. Daya mengombinasikan tanggapan asli dengan tanggapan buatan ini disebut fantasi. Sebagai contoh ialah Sphinx, yaitu patung berkepala singa di Mesir. Fantasi bukanlah tanggapan karena ia tidak mewakili objek, tetapi juga bukan ingatan karena ia tidak bertumpu poada realitas.
Bagaimana tahap pengetahuan orang akan sesuatu, AhmadHanafi, M.A., mengemukakan beberapa fase pengenalan:
1)       Mengamati hal inderawi secara berurutan: bentuk-warna-ukuran-letak-dan seterusnya. Misalnya bola bulat putih di keranjang.
2)      Mengenal cirri pokok (esensial) sekalipun sifat inderawi (aksidental)nya berubah-ubah. Misalnya, kursi makan. Ciri esensialnya, adalah alas, kaki, sandaran, sedangkan ciriaksidentalnya, adalah model, bahan, ukuran,dan seterusnya.
3)      Mengaitkan sesuatu dengan sesuatu yang lain berdasarkan kemiripannya atau pertalian kegiatannya, untuk dijadikan pengalaman. Misalnya, hubungan antara awan tebal dengan turun hujan, antara minum obat dengan sehat kembali.
4)      Menyingkap rahasia hubungan sebab-akibat dari dua pengetahuan), dimana pengalaman menjadi ilmu yang diyakini. Misalnya awan tebal mengakibatkan turun hujan karena awan tebal mengandung uap air.
5)      Menyelidiki persoalan yang lebih umum dan lebih jauh, yang hanya ditanggulangi oleh akal pikiran semata (hal yang berada dibelakang ilmu positif) yaitu filsafat.
6)      Memahami makna pengatahuan itu sendiri, serta cara dan syarat berpengetahuan, yang tidak memiliki kemiripan dengan ilmu positif, yaitu logika.
7)      Memperhatikan apa yang seharusnya diperbuat oleh perseorangan atau masyarakat, yang berbeda dengan tinjauan sosiologi (gejala kemasyarakatan), yaitu etika atau akhlak.
BATAS   PENGETAHUAN
Berbicara mengenai  dasar pengetahuan akan terkait dengan pembahasan mengenai batasnya. Orang akan berusaha mencari jawabannya, dan jawaban yang dikemukakan sudah barang tentu akan berlainan. Ada dua teori yang mengutarakan persoalan wilayah pengetahuan, yaitu skeptisisme dan objektivisme.
Skeptisisme berpandangan bahwa wilayah pengetahuan hanyalah apa yang sekarang (pada saat ini) ada dalam jiwa sebagai rekaan, yang terdapat pada jiwa dalam kesadaran sesaat. Pada saat berikutnya, hal itu tidak lagi menjadi batas pengetahuan karena telah berlalu. Skeptisisme berasal dari kata skeptic, artinya ragu. Jadi aliran ini menyangsikan kemutlakan berlakunya pengetahuan. Dengan demikian, nisbilah apa yang diutarakan oleh berbagai aliran tentang dasar  pengetahuan. Hanya satu hal yang ia tidak pungkiri kemutlakannya, yaitu kesangsian itu sendiri.
Bapak aliran skeptisisme adalah Pyrrho (318-272 SM). Ada beberapa bukti yang memperkuat kebenaran pikiran aliran ini, misalnya kekuatan daya ingatan, penelitian ulang, perselisihan pendapat, dan pertentangan antar Negara, yang semuanya semuanya menunjukan keterbatasan pengetahuan manusia dalam mencapai kebenaran. Aliran yang bersifat skeptisis dibidang teori dan etika ialah subjektivisme, relativisme, fiksionalisme, dan pragmatisme.
Subjektivisme hanya mengakui individualitas, menolak hal yang bersifat umum. Segala keputusan bergantung kepada kebiasaan, keadaan, watak, dan seterusnya. Pendirian semacam ini terdapat pada kaum sofis.
Relativisme berpendapat bahwa kebenaran atau pengetahaun bersifat nisbi, bergantung pada factor (yang berubah-ubah) yang menentukan struktur pikiran manusia serta kelakuannya. Tiada kebenaran mutlak yang mencakup seluruh kenyataan, lagi pula tiada ikatan moral yang berlaku umum.
Fiksionalisme (oleh Vaihinger, 1852 - 1932), mengemukakan bahwa pengalaman beserta hubungannya (kategorinya) hanyalah sebagai ketentuan yang diterima orang yang masih perlu diatur dan dikuasai. Jadi, kebenaran hanyalah hipotesis kerja (persangkaan belaka) yang masih perlu diuji lagi kepastiannya.
Pragmatisme (pragma: perbuatan; C.S. Pierce, (1839-1914) menyatakan bahwa bukti kebenaran suatu pernyataan teoritis dilihat dari kegunaannya bagi penyelesaian tugas-tugas praktis. Kriteria kebenaran ialah kegunaan yang ada pada sesuatu. Jadi, kebenaran marupakan alat kerja bagi langkah lebih lanjut.
Jika skeptisisme diikuti secara konsekuen, akan sampailah orang kepada akibat yang menyulitkan, yakni:
1)       Identitas (ketetapsamaan) sesuatu akan hilang. Oleh karena itu, akan sulitlah orang membentuk pengertian tentang sesuatu tadi, apalagi berusaha membuntutinya.
2)      Validitas (berlakunya) ilmu akan berakhir. Oleh karena itu, percumalah orang mempelajarinya, lebih-lebih berupaya mendalaminya.
3)      Otoritas (kekuasaan) agama akan pudar. Oleh karena itu, orang bisa berpindah-pindah keyakinan atau hidup tanpa pegangan.
 Berlawanan dengan skiptisisme, aliran objektivisme berpendapat bahwa wilayah pengetahuan ialah keseluruhan kebenaran objektif yang terlepas dari subjek, dalam arti kebenaran itu tidak perlu terlaksana dalam kesadaran. Dengan kata lain, luas pengetahuan adalah seluruh perbendaharaan pengetahuan yang ada dalam jiwa, dengan ketentuan tidak semuanya harus disadari. Artinya ada beberapa bagian perbendaharaan yang berada di dalam bawah sadar. Disini masih teradapat kemungkinan adanya hal yang belum diketahui dan salah paham (khilaf). Apa yang adapada alam bawah sadar termasuk perbendaharaan pengetahuan, akan tampak jika diangkat ke alam sadar. Akan tetapi, hal itu bisa muncul kembali (ingat) ataupun tetap terpendam (lupa). Dari keseluruhan perbendaharaan pengetahuan yang dimiliki subjek, banyaknya pengetahun yang disadari jauh lebih kecil dibandingkan dengan pengetahuan yang tak disadari.
SASARAN  PENGETAHUAN
Pada dasarnya sasaran adalah hal yang terpisah dari pengetahuan itu sendiri, mengingat ia berada di luar pihak yang berpengetahuan, yaitu manusia, meskipun suatu ketika pemikiran (manusia) itu sendiri. Perlu dipahami bahwa sebagai sasaran pengetahuan, seluruh sarwa buka sekalian tujuan pengetahuan ilmiah ataupun filsafat. Sasaran (objek) berbeda dengan tujuan (aim). Sasaran adalah posisi dimana tujuan bisa dicapai, sedangkan tujuan adalah kondisi yang dikehendaki perwujudannya. Jadi, mustahil tujuan tercapai tanpa adanya sasaran.
PERKEMBANGAN ILMU PADA MASA KONTEMPORER SECARA EPISTEMOLOGIS
Sebagian cirri yang patut mendapat perhatian dalam epistemologis perkembangan ilmu pada masa modern adalah munculnya pandangan baru mengenai ilmu pengetahuan. Pandangan itu merupakan kritik terhadap pandangan Arisstoteles, yaitu bahwa ilmu pengetahuan sempurna tak boleh mencari untung, namun harus bersifat kontemplatif, diganti dengan pandangan bahwa ilmu pengetahuan justru harus mencari untung, artinya dipakai untuk memperkuat kemampuan meni\usia di bumi ini.
Pada abad-abad berikutnya, didunia Barat dan didunia luar Barat, dijumpai keyakinan dan kepercayaanbahwa kemajuan yang dicapai oleh pengetahuan manusia khususnya ilmu-ilmu alam, akan membawa perkembangan manusia pada masa depan yang semakin gemilang dan makmur. Sebagai akibatnya, ilmu pengetahuan selama masa modern sangat mempengaruhi dan merubah manusia dan dunianya. Terjadilah Revolusi Industri I (sekitar tahun 1800 dengan pemakaian mesin-mesin mekanis), lalu Revolusi Industri II (sekitar tahun 1900 dengan pemakaian listrik dan sinar-sinar), dan kemudian Revolusi III yang ditandai dengan penggunaan kekuatan alam dan penggunaan computer yang sedang kita saksikan dewasa ini.
Dengan demikian adanay perubahan pandangan tentang ilmu pengetahuan mempunyai peran penting dalam membentuk peradaban dan kebudayaan manusia, dan dengan itu pula tampaknya, muncul semacam kecenderungan yang terjalin pada jantung setiap ilmu pengetahuan dan juga para ilmuwan untuk lebih berinovasi untuk penemuan dan perumusan berikutnya. Kecenderungan yang lain ialah adanya hasrat untuk selalu menerapkan apa yang dihasilkan ilmu pengetahuan, baik dalam dunia teknik micro maupun macro. Dengan demikian tampaklah, bahwa semakin maju pengetahuan, semakin meningkat keinginan manusia, sampai memaksa, merajalela, dan bahkan membabi buta. Akibatnya ilmu pengetahuan dan hasilnya menjadi tidak  manusiawi lagi, bahkan cenderung memperbudak manusia sendiri yang telah merencanakan dan menghasilkannya. Kecenderungan yang kedua inilah yang lebih mengerikan dari yang pertama, namun tidak dapat dilepaskan dari kecenderungan yang pertama.
Kecenderungan ini secara nyata paling menampakan diri dan saling mengancam keamanan kehidupan manusia dewasa ini dalam bidang lomba persenjataan, kemajuan dalam memakai serta menghabiskan banyak kekayaan bumi yang tidak dapat diperbarui kembali, kemajuan dalam bidang kedokteran yang telah mengubah batas-batas paling pribadi dalam hidup manusia dan perkembangan ekonomi yang mengakibatkan melebarnya jurang kaya da miskin.
Ilmu pengetahuan dan teknologi mau tak mau mempunyai kaitan langsung ataupun tidak, dengan strukturr social da politik yang pada gilirannya berkaitandengan jutaan manusia yang kelaparan, kemiskinan, dan berbagai macam kesimpangan yang justru menjadi pandangan yang menyolok ditngan keyakinan manusia akan keampuhan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menghapus pendritaan manusia.
Gregory Bateson misalnya, melihatsecara mendasar permasalahan yang ditimbul dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Menurutnya, sebab-sebab utama yang menimbulkan krisis-krisis diatas ialah kesalahan epistemology yang mendasari ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Dalam hubungan ini ia menegaskan :” Jelas kini bagi banyak orang, bahwa telah muncul berbagai bencana sebagai akibat kesalahan epistemology barat. Ini semua berkisar dariinsektisida dampai polusi, jarahan radioaktif dan kemungkinan mencairnyaes antartika. Diatas itu semua, desakan kuat kita untuk menyelamatkan kehidupan individual telah mendatangakan kemungkinan bahaya kelaparan dunia di masa mendatang. Agaknya, kita cukupberuntung andai saja dapat melampaui 20 tahun yang akan datang tanpa bencana yang lebih dahsyat ketimbang kehancuran besar yang dihadapi manusia adalah hasil yang ditimbulkan akibat kekeliruan dalam kebiasaan pemikiran kita pada tingkatyang paling dalam tanpa sepenuhnya kita sadari”.
Dengan demikian, ilmu pengetahuan harus bernilai praktis bagi manusia, diantaranya dalam bentuk teknologi. Akibatnya, menaklukan alam dan mengekploitasinya habis-habisan tidaklah dapat dianggap sebagai kesalahan. Kedua metode yang digunakan ialah deduksi-induksi sebagai pengaruh dari pemikiran positivisme.
Metode ini amat sangat dominan dalam epistemology modern, khususnya dalam metode keilmuan, ketiga objek yang dikaji adalah realitas empiris, inderawi, dan dapat dipikirkan dengan rasio. Dalam kaitan ini, Herman Khan budaya yang dihasilkan dari epistemolodi di atas adlah budaya inderawi yaitu budaya yang bersifat empiris, duniawi, secular, humanistic, utiliter, dan hedonistic.
Tentang tujuan ilmu pengetahuan dalam ilmu pengetahuan modern ialah bahwa ilmu pengetahuan bertujuan menundukkan alam, alam dipandangnya sebagai sesuatu untuk dimanfaatkan dan dinikmati semaksimal mungkin. Dalam hubungan ini Nasr mengemukakan bahwa akibat yang akan terjadi dari pandangan demikian, alam diperlakukan oleh manusia modern seperti pelacur, mengambil manfaat darinyadan kepuasan darinya tanpa rasa kewajiban dan tanggung jawab apapun.
Lebih lanjut, Nasr mengkritik ilmu pengetahuan modern barat, bahwa ilmu modern mereduksi seluruh esensi dalam pengertian metafisik, kepada material dan substansial. Dengan demikian, pandangan dunia metafisis nyaris sirna dalam ilmu pengetahuan modern. Kalaupun ada, metafisik mereduksi menjadi filsafat rasional yang selanjutnya sekedar pelengkap ilmu pengetahuan alam dan matematika. Bahkan kosmologi diturunkan derajatnya dengan memandangnya hanya semacam supertisi. Dengan pandangan itu, ilmu pengetahuan modern menyingkirkan pengetahuan kosmologi dan rencananya. Padahal menurut Nasr, kosmologi adalah ilmu sacral, yang menjelaskan kaitan materi dengan wahyu dan doktrin metafisis.
Dalam bidang filsafat, Descartes mewariskan suatu metodeberpikir yang menjadi landasan berpikir dalam ilmu pengetahuan modern. Langkah-langkah tersebut adalah:
1.      Tidak menerima apapun sebagai hal yang benar, kecuali kalau diyakini sendiri bahwa itu memang benar.
2.      Memilah-milah masalah menjadi bagian-bagian terkecil untuk mempermudah penyelesaian.
3.      Berpikir runtut dengan mulai dari hal yang sederhana sedikit demi sedikit untuk mencapai ke hal yang paling rumit.
Sedangkan perkembangan ilmu pengetahuan di zaman kontemporer ditandai dengan berbagai teknologi canggih. Teknologi dan informasi salah satu yang mengalami kemajuan yang sangat pesat. Mulai dari penemuan computer, satelit komunikasi, internet dan lain-lain. Manusia dewasa ini memiliki mobilitas yang begitu tinggi, karena pengaruh teknologi komunikasi dan informasi.
Bidang ilmu lain juga mengalami kemajuan pesat, sehingga terjadi spesialisasi-spesialisasi ilmu yang semakin tajam. Ilmuwan kontemporer mengetahui hal yang sedikit tetapi secara mendalam. Ilmu kedokteran pun semakin menajam dalam spesialis dan subspesialis. Demikian bidang-bidang ilmu lain disamping kecenderungan lain adalah sintesis antara bidang ilmu satu dengan lainnya, sehingga dihasilkannya bidang ilmu baru seperti bioteknologi dan psikolinguistik.





REFERENSI
·         Filsafat Agama karya Harun Nasution
·         Filsafat Ilmu karya Prof. Dr. Amsal Bakhatiar, M.A.
·         Filsafat Pendidikan karya DRS. Prasetya

                                                                                                               


[1] Harun Nasution, Filsafat Agama,(Jakarta:Bulan Bintang), hlm 10
[2] Amsal Baktiar, Filsafat Ilmu,(Jakarta:Rajawali Pers,2004), hlm 149
[3] Prasetya, Filsafat Pendidikan (                   :Pustaka Setia,1997), hlm 110